Puji mengaku bosan setiap kali musim penghujan datang, dia dan warga lainnya kerap disibukkan dengan banjir.
Tahun lalu, kata dia, warga CPI sudah meminta pemerintah daerah untuk segera membangun kolam retensi untuk penanganan banjir.
"Iya pastinya, keinginan harapannya wacananya ada kolam retensi, yang di sana. Warga berharapnya secepatnya, kolam retensi itu dilaksanakan. Istilahnya mengurangi intensitas banjir, jadi mempercepat. Soalnya banjir ini sulit kalau dihilangkan, tapi setidaknya mempercepat surutnya," kata dia.
Sementara itu, warga RT 8 lainnya, Kurnia (58), mengaku sudah tiga tahun tinggal di Komplek CPI.
Selama itu pula, setiap satu tahun sekali kerap dilanda banjir.
Menurutnya, tempat dia tinggal merupakan titik paling parah, lantaran ketinggian banjir bisa mencapai satu meter lebih.
"Ini paling parah, jelas masuk sampai ke rumah," ujarnya.
Setiap kali hujan datang, Kurnia selalu bersiap untuk memindahkan barang-barang yang ada di rumahnya, terlebih rumahnya menjadi lokasi penampungan limbah kain.
"Saya nggak keluar rumah, ya sudah di rumah saja evakuasi barang-barang, soalnya ini kan limbah konveksi. Kalau nggak diberesin, wah hancur," terang dia.
Dadang Cahyana (48), Ketua RW 13, mengatakan banjir yang dialami warga CPI sudah terjadi sejak tahun 1997.
Ia menjelaskan, Komplek CPI dibangun tahun 1995 dan warga mulai membeli serta pindah ke CPI sekitar tahun 1997.
"Kalau bicara bosan, ini kan CPI didirikan tahun 1995, dan warga mulai ramai 1997 dan tahun 97 sampai sekarang terus kebanjiran," katanya ditemui di lokasi banjir.
Dadang mengaku warga sudah melakukan proses audiensi dengan pemerintah daerah.
Saat itu, pertemuan diakomodir oleh Ketua DPRD Kabupaten Bandung.
Pertemuan tersebut berlangsung sekitar bulan November 2023.