BANDUNG, KOMPAS.com - Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Bandung, Rukmana, menegaskan bahwa mulai tahun 2025, setiap perusahaan di Kabupaten Bandung wajib memenuhi kewajiban membayar upah karyawan sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang ditetapkan.
UMK tahun 2025 telah ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561.7/Kep.798-Kesra/2024.
Rukmana menjelaskan bahwa UMK Kabupaten Bandung mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen, yang setara dengan Rp 229.317.
Baca juga: Bupati Bandung Bersyukur UMK Jadi Rp 3,7 Juta dan Sesuai Harapan
Dengan demikian, UMK Kabupaten Bandung untuk tahun 2025 dipastikan naik menjadi Rp 3.757.284, dari sebelumnya Rp 3.527.967 pada tahun 2024.
"Kami akan tindaklanjuti dengan tim monitoring pelaksanaan upah. Kami akan turunkan tim untuk melihat bagaimana tingkat kepatuhan dari perusahaan di lapangan untuk melaksanakan UMK ini," kata Rukmana saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada Kamis (19/12/2024).
Rukmana menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan pembinaan dan melaporkan langsung ke Pengawas Ketenagakerjaan jika ditemukan perusahaan yang tidak mematuhi keputusan Gubernur Jawa Barat.
"Kalau enggak patuh, kan aturannya itu dikenakan hukuman pidana, dipenjara 1-4 tahun atau denda Rp 100 juta sampai Rp 400 juta," ujarnya.
Proses kenaikan UMK ini, menurut Rukmana, telah melalui proses yang panjang, terutama di daerah seperti Kabupaten Bandung.
Keputusan kenaikan 6,5 persen ini merupakan hasil dari Keputusan Presiden yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Upah Minimum 2025.
Hasil rapat dengan Dewan Pengupahan yang melibatkan unsur serikat buruh di Kabupaten Bandung juga menyatakan setuju dengan usulan tersebut.
"Sudah lama disetujui, disepakati bahkan ditandatangani," kata Rukmana.
Meskipun UMK Kabupaten Bandung mengalami kenaikan, Pemerintah Kabupaten Bandung tidak mengusulkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).
Rukmana menyebutkan bahwa usulan kenaikan UMSK berisiko tinggi, mulai dari tuntutan kerja yang lebih berat hingga spesialisasi pekerjaan yang diperlukan.
"Kami melihat UMSK itu kan khusus untuk sektor tertentu, misalkan sektor pertambangan. Di Permenaker 16/2024 itu sudah jelas, ada dua kriteria untuk menetapkan UMSK itu. Pertama, berisiko, skill tinggi, dan sebagainya. Nanti dicek di Permenaker itu," ujarnya.
Rukmana mengakui bahwa hingga saat ini belum ada perundingan antara asosiasi perusahaan sektoral, seperti pertambangan, dengan serikat pekerja.
Meskipun Pemerintah Kabupaten Bandung sempat berencana mengajukan UMSK, tidak ada angka yang disepakati dalam diskusi dengan Dewan Pengupahan.
"Cuma kaitan dengan sektoral, itu harus ada rundingan bipartit antara asosiasi tambang dengan asosiasi serikat pekerja bidang pertambangan juga, sehingga mereka mengeluarkan kira-kira untuk sektor tambang ini perlu ditambahkan di atas UMK berapa persen. Itu yang kami tampung dalam Dewan Pengupahan Kabupaten. Hanya karena enggak ada yang masuk, ya sehingga kami memutuskan untuk tidak mengusulkan UMSK," tuturnya.
Baca juga: UMK Sumedang 2025 Naik 6,5 Persen, Buruh: Belum Sesuai Putusan MK 168
Rukmana menambahkan bahwa kajian lebih mendalam terkait UMSK akan dilakukan pada tahun 2025, sehingga pada tahun 2026, Pemerintah Kabupaten Bandung dapat menentukan apakah akan mengusulkan UMSK atau tidak.
"Itu, akan kami lakukan kajian yang lebih mendalam, sehingga nanti di 2026 kalau toh masih ada UMSK, kami sudah siap untuk mengusulkannya," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang