Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak PPN 12 Persen, BEM Muhammadiyah Cirebon Suarakan Tarik Pajak Khusus Orang Kaya

Kompas.com, 9 Januari 2025, 19:17 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Eris Eka Jaya

Tim Redaksi

CIREBON, KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon (BEM UMC) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (9/1/2025) petang.

Mereka menolak kenaikan PPN 12 persen dan meminta Presiden Indonesia untuk menarik pajak khusus bagi orang kaya di Indonesia.

Pantauan Kompas.com di lokasi, sejumlah mahasiswa dan mahasiswi berunjuk rasa menggunakan almamater dan jaket merah marun.

Mereka datang membentangkan sejumlah spanduk dan poster yang berisi kritik terhadap kebijakan kenaikan PPN 12 persen.

Baca juga: Jatim Menggugat, Mahasiswa Surabaya Tolak PPN 12 Persen

Aksi ini diwarnai dengan orasi dari mahasiswa dan mahasiswi secara bergantian.

Mereka juga membakar ban dan membacakan sejumlah tuntutan serta puisi yang ditujukan kepada pemerintah.

Gymnastiar, Presiden BEM UMC, menyampaikan pihaknya menolak dan meminta pemerintah untuk mencabut PPN 12 persen yang telah ditetapkan.

Mereka meyakini, meskipun diksi yang digunakan hanya untuk barang mewah, faktanya kenaikan PPN 12 persen sangat berdampak pada banyak masyarakat kecil.

Baca juga: Soal PPN 12 Persen, Jokowi: Diputuskan DPR, Pemerintah Menjalankan

"Kami menolak kenaikan PPN 12 persen. Apa pun diksi yang disampaikan pemerintah hanya berlaku untuk barang mewah dan sebagainya, jelas kami berada di barisan paling depan menolak itu. Dampak kenaikan itu jelas dirasakan banyak masyarakat kecil," kata Gymnastiar saat ditemui Kompas.com usai unjuk rasa.

Pihaknya justru meminta Presiden untuk memperlakukan pajak kekayaan khusus bagi orang-orang kaya di Indonesia.

Berdasarkan kajian bersama banyak mahasiswa di UMC, Gymnastiar menyebut pemerintah hanya akan mendapatkan kurang lebih Rp 50 triliun dari pajak kenaikan 12 persen.

Namun, menurut mereka, bila pemerintah Indonesia menetapkan pajak khusus 2 persen untuk orang kaya tiap tahunnya, akan mendapatkan kurang lebih Rp 81 triliun.

"Presiden harus berani mengambil sikap dengan memajaki orang-orang kaya 2 persen per tahun. Ini jelas, pertama masyarakat kelas menengah bawah tidak akan menjadi korban. Yang kedua, fiskal pemerintah akan meningkat dengan memperlakukan pajak kekayaan tersebut," ucap Gymnastiar.

Mahasiswa dengan konsentrasi studi hukum ini membantah anggapan bahwa pajak kekayaan hanya berdampak pada barang mewah.

Kenyataannya, seluruh barang dan jasa akan saling memengaruhi satu sama lain.

Kenaikan ini juga akan menyumbang kenaikan inflasi yang terus naik setiap saat.

Baca juga: Menaker Tegaskan Kenaikan PPN 12 Persen adalah Amanat UU

Masih berfokus pada penerapan pajak orang kaya, Gymnastiar menegaskan ada 50 orang terkaya di Indonesia yang hartanya setara dengan 50 juta masyarakat di Indonesia.

Jika pemerintah berani mengambil sikap, Indonesia akan mendapatkan sebesar Rp 81 triliun per tahun.

"Pajak orang-orang kaya per tahun 2 persen dari 50 orang terkaya saja itu sudah Rp 81 triliun, apalagi kepada semua triliuner yang ada di Indonesia. Sudah berapa pendapatan yang didapatkan pemerintah," keluh Gymnastiar.

Hasan Basori, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang menemui unjuk rasa mahasiswa, menyebut pihaknya menampung seluruh aspirasi masyarakat.

Kritik serta keluhan terkait kenaikan PPN 12 persen juga akan dibahas oleh DPRD Kabupaten Cirebon.

Namun, pihaknya belum dapat menentukan terkait penolakan pajak PPN 12 persen karena hal ini merupakan kebijakan pemerintah pusat.

"Kami tampung semua aspirasi masyarakat, termasuk mahasiswa. Kritik yang disampaikan dalam tuntutan juga akan dibahas internal DPRD Kabupaten Cirebon. Namun, PPN 12 persen adalah kebijakan pemerintah pusat dan sudah ditetapkan," kata Hasan saat menggelar diskusi terbuka dengan peserta aksi.

Hasan juga menyebut, sejumlah kritik yang ditujukan kepada DPRD dan Pemerintah Kabupaten Cirebon, khususnya soal jalan rusak, sampah, dan beberapa hal lainnya juga akan dikomunikasikan dengan pihak terkait.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau