Di tengah situasi genting, Kiki melihat celah sempit untuk menghindar dan segera membanting setir ke kiri.
"Saya pikir, nggak apa-apa spion hilang (membentur bodi truk), (harga) enggak seberapa, yang penting penumpang, saya dan kondektur selamat," ujarnya.
Berkat refleks dan konsentrasi penuh, ia berhasil menghindari tabrakan.
"Di situ pengalaman paling nggak bisa dilupakan," jelasnya.
Menurut Kiki, semua jalur berpotensi rawan kecelakaan, tergantung pada kehati-hatian pengemudi.
"Sebetulnya semua jalur rawan, cuma tergantung drivernya sendiri gimana bisa menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai ada kecerobohan dan keteledoran," katanya.
Namun, ia menyoroti jalur Gentong dan Nagreg yang menurutnya sangat menantang karena medan berkelok dan tanjakan curam.
"Perlu konsentrasi tinggi, harus diperhatikan untuk semua driver (saat melintas Gentong dan Nagreg)," tambahnya.
Dalam kesehariannya, Kiki hanya menyetir setiap dua hari sekali. Ia menyebutkan bahwa waktu istirahat yang diberikan cukup ideal.
"Ke kesehatan saya kira tidak memengaruhi, karena kita sehari jalan sehari libur," ujarnya.
Dengan ritme kerja seperti ini, ia masih bisa menikmati waktu bersama keluarga.
"Keluarga sudah menerima (ia menjadi sopir) karena sudah menjadi panggilan bagi saya," ungkapnya.
Perjalanan jauh dan jam kerja panjang pun tak lagi menjadi beban, karena sudah menjadi bagian dari kehidupannya sejak menjadi sopir truk.
"Sudah biasa (nyopir lama), tak ada beban," ucapnya.
Satu hal yang menjadi prinsip utama bagi Kiki dalam menjalankan tugasnya adalah ketepatan waktu.