"Kalau soal ketepatan waktu ya balik lagi ke driver, cara bawa mobil masing-masing driver beda ya. Tapi kalau saya, ketepatan waktu harus 100 persen," tegas dia.
Meski menghadapi tantangan seperti jalan bergelombang—terutama di wilayah Cilacap—Kiki tetap berusaha menjaga jadwal agar penumpang tidak kecewa.
Sejak pandemi Covid-19, jumlah penumpang bus menurun drastis.
Salah satu penyebabnya, menurut Kiki, adalah menjamurnya travel gelap yang mengambil penumpang tanpa izin resmi.
"Jadi bukan tak ada sewa (penumpang), tapi kebanyakan sewa bus diambil travel-travel gelap. Saya minta pemerintah menertibkannya," harapnya.
Kiki merasa bersyukur bisa bekerja di PO Gapuraning Rahayu, yang menurutnya memperlakukan sopir dan kondektur dengan baik.
"Kalau GR (Gapuraning Rahayu) yang saya rasakan gak ada lawan. Untuk personel gak dibebankan uang jaminan, enggak ada target, harus setor sekian," jelasnya.
Setiap kali jalan, ia menerima upah tetap, ditambah bonus bila penumpang lebih dari 35 orang.
Lebih dari sekadar pekerjaan, menjadi sopir bus bagi Kiki adalah bentuk pengabdian.
"Misalnya penumpang dari tempat jauh ingin silaturahmi ke keluarga, tetap ada andil sopir. Jangan sepelekan profesi sopir, sopir bisa jadi link (penghubung) keluarga kita yang jauh," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang