Keberadaan kodok merah yang terbatas pada dua kawasan gunung di Jawa Barat membuatnya sangat rentan terhadap ancaman lokal.
"Kalau habitatnya rusak, langsung punah. Beda dengan spesies lain yang penyebarannya luas, misalnya kodok tanduk," tuturnya.
Lebih dari sekadar menjaga satu spesies, konservasi kodok merah juga berdampak pada ekosistem secara keseluruhan.
Dalam fase kecebong, kodok merah berperan sebagai pembersih alami air dengan memakan kotoran organik dan lumut.
Saat dewasa, mereka menjadi pemangsa alami serangga seperti nyamuk dan kutu tanah yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
"Jadi kalau mereka punah, kualitas air akan menurun, hama tanaman bisa meningkat, dan ini berdampak ke ekosistem lain bahkan manusia," jelas Arief.
Taman Safari kini juga tengah aktif menggelar kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian amfibi, terutama kodok merah yang populasinya sangat terbatas dan terancam punah.
Arief menekankan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap peran satwa kecil ini dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan kesehatan lingkungan manusia.
"Konservasi satwa tidak hanya soal gajah, harimau, atau orangutan. Kita juga harus mulai peduli pada satwa kecil yang mungkin tak terlihat tapi punya dampak besar bagi keberlangsungan hidup kita," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang