"Kasus gas oplosan ini sangat merugikan publik karena hak masyarakat diselewengkan," ujarnya.
Fadlan juga menjelaskan bahwa para pelaku memalsukan tutup atau segel dengan barcode yang terlihat asli, meskipun barcode tersebut berasal dari luar pulau, seperti Makassar dan Papua.
"Secara logika, tidak mungkin didatangkan dari sana karena keterbatasan jarak dan biaya," tambahnya.
Lebih lanjut, Fadlan mengungkapkan bahwa pelaku juga memalsukan data warga yang berhak menerima gas subsidi.
Data ini dilaporkan secara manual ke agen untuk mengelabui petugas pemeriksa.
Para pelaku kini dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah dalam Pasal 40 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang