Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Dedi Mulyadi soal Penutupan Tambang Dinilai Setengah Hati karena Ini

Kompas.com, 3 Juli 2025, 14:19 WIB
Bagus Puji Panuntun,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengenai penghentian sementara perizinan tambang justru dinilai memperkuat legalitas operasional tambang yang merusak Kawasan Karst Citatah di Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Penerbitan Surat Edaran Gubernur Jabar dianggap hanya menyentuh aspek administratif tanpa mengatasi akar permasalahan kerusakan lingkungan.

“Artinya, tambangnya tetap jalan, hanya administrasinya yang dibereskan,” tegas Andri Prayoga, peneliti di Perhimpunan Rakyat Pemerhati Karst Citatah (PRPKC), saat dikonfirmasi pada Kamis (3/7/2025).

Baca juga: Alasan Dedi Mulyadi Lantik Pejabat Jabar di Kolong Tol Cileunyi-Sumedang

Surat Edaran Gubernur Nomor: 26/PM.05.02/PEREK diterbitkan dengan tujuan penyelamatan kawasan, namun substansinya justru membuka celah bagi legalisasi tambang yang sudah beroperasi di kawasan rawan.

Dalam surat tersebut, Pemprov Jabar menunda penerbitan persetujuan lingkungan yang merupakan salah satu syarat perizinan, namun tetap membiarkan tambang beroperasi selama proses administratif berlangsung.

Baca juga: Dedi Mulyadi Temui SMAN 1 Ciasem Subang, Semua Calon Siswa Pendaftar Akhirnya Diterima

176 Tambang Ditutup Sementara

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat mencatat sebanyak 176 titik tambang telah ditutup sementara, namun penutupan ini hanya bersifat formal.

Dari jumlah tersebut, terdapat 13 titik di wilayah Kabupaten Bandung Barat yang termasuk dalam Kawasan Karst Citatah.

Namun, penutupan ini tidak serta merta menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang terus berlangsung.

Menurut Yoga, seorang aktivis lingkungan, pemerintah tidak menunjukkan komitmen yang kuat dalam pelestarian kawasan karst yang secara ilmiah diakui sebagai kawasan lindung.

“Yang namanya kawasan karst, itu kawasan lindung. Artinya, tidak boleh ada aktivitas yang mengubah bentang alam. Konkretnya, nggak boleh ada pertambangan di situ,” ungkap Yoga.

Kawasan Karst Citatah yang telah dikepung tambang sejak era kolonial Belanda kini semakin terancam.

Pada tahun 2010, terdapat upaya penyelamatan kawasan lindung melalui kebijakan moratorium tambang dan zonasi konservasi yang diterapkan pada masa kepemimpinan Dede Yusuf dan Dedi Mizwar.

Namun, semangat perlindungan dari Pemprov Jabar mulai kehilangan relevansi setelah revisi Perda RTRW Kabupaten Bandung Barat 2024 diberlakukan.

Perda baru tersebut menghapus status Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) sebagai kawasan lindung, sementara Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) tetap dicantumkan namun dengan fungsi yang dilonggarkan.

“Pengertian kawasan lindung di Perda RTRW 2024 itu dibolehkan adanya pertambangan, praktis zonasi jadi longgar,” jelas Yoga.

Dengan demikian, alih-alih menjadi pelindung lingkungan, regulasi yang ada justru berpotensi menjadi pintu masuk bagi praktik tambang yang mengancam kelestarian ekosistem Karst Citatah.

Pemerintah daerah dinilai gagal memahami bahwa karst bukan sekadar bentang batu, melainkan sistem ekologis penting yang menopang cadangan air, keanekaragaman hayati, hingga stabilitas geologi kawasan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau