BANDUNG BARAT, KOMPAS.com – Pengelola sekolah swasta di Kabupaten Bandung Barat menyoroti kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menetapkan 50 rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025–2026.
Mereka menilai kebijakan itu makin menyulitkan sekolah swasta, yang sebelumnya sudah terdampak sistem zonasi.
Ketua Yayasan Mekarwangi Lembang, Ayi Enoh, menyebut kebijakan rombel besar menjadi pukulan telak. SMA Mekarwangi yang dikelolanya hingga kini hanya menerima 10 pendaftar untuk tahun ajaran mendatang.
Baca juga: Sekolah Swasta di Purwakarta Cuma Dapat 7 Murid, Rombel Negeri 50 Siswa Bikin Terpuruk
“Terus terang sejak diberlakukan zonasi, jumlah pendaftar terus menurun. Sekarang lebih parah pascakeluar kebijakan gubernur,” kata Ayi saat ditemui di Lembang, Kamis (10/7/2025).
Menurut Ayi, sekolahnya yang berakreditasi A sudah memberi banyak kemudahan, termasuk iuran murah bahkan gratis untuk siswa tidak mampu. Namun, jumlah siswa aktif yang hanya 67 orang belum cukup menopang operasional.
“Jumlah guru dan tenaga pengajar SMP ada 20 orangan, beberapa guru nanti dari mana yayasan mau menggaji. Ya kalau begini, sekolah juga terancam bangkrut,” ujar Ayi.
Baca juga: Sekolah Swasta Cianjur Protes Rombel Dedi Mulyadi: Siswa Kami Dibajak Sekolah Negeri!
Nasib serupa dialami SMK Taruna Lembang yang dikelola Yayasan Al Musyawarah. Ketua Yayasan, Undang Abdurahman, menyebut jumlah pendaftar baru hanya sekitar 10 orang.
“Tahun ini pendaftarnya sangat minim, baru 10 orang kalau enggak salah. Kami juga punya keterbatasan sarana karena sejak berdiri, belum pernah menerima bantuan pembangunan atau rehabilitasi gedung dari pemerintah,” kata Undang.
Ia mengungkapkan, sekolah kecil kini harus bersaing tidak hanya dengan sekolah negeri, tapi juga sesama swasta yang punya program unggulan lebih banyak.
“Dulu kami punya jurusan Keperawatan, tapi karena kalah bersaing sekarang hanya tersisa jurusan Farmasi saja,” ucapnya.
Menurut Undang, tidak adanya zonasi atau afirmasi distribusi siswa membuat kompetisi antarsekolah jadi liar dan mengancam eksistensi sekolah swasta kecil.
“Kalau tidak ada keberpihakan pemerintah, maka sekolah-sekolah seperti kami hanya tinggal menunggu waktu untuk gulung tikar. Ini bukan hanya soal sekolah, tapi juga soal hak anak untuk mendapat pendidikan yang merata dan adil,” tegasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang