Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Bongkar Alasan Tambah Rombel: Agar Rakyat Bisa Bersekolah

Kompas.com, 11 Juli 2025, 19:07 WIB
Faqih Rohman Syafei,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menjelaskan alasan di balik kebijakan penambahan rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri pada tahun ajaran 2025. Langkah ini, kata Dedi, diambil untuk memastikan warga kurang mampu tetap mendapat akses pendidikan.

"Tugas gubernur itu melindungi rakyatnya, agar rakyatnya bisa bersekolah, dan saya sudah menunaikan tugas itu dengan berbagai risiko," kata Dedi di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (11/7/2025).

Dedi menambahkan, meskipun kebijakan ini berpotensi berdampak pada menurunnya jumlah siswa di sekolah swasta, hal tersebut bukan berarti sekolah swasta akan dibiarkan tanpa solusi.

Baca juga: Sekolah Swasta di Bandung Barat Tercekik Kebijakan 50 Rombel: Bikin Guru Nganggur dan Dianggap Membunuh Perlahan

“Kemudian kalau ada sekolah-sekolah swasta yang kemudian muridnya mengalami penurunan, kan bisa kita cari jalan lain agar tetap bisa berjalan pendidikan,” ujarnya.

Menurut Dedi, keputusan menambah rombel diambil karena jika tidak dilakukan, banyak anak akan terancam tidak masuk sekolah negeri akibat sistem zonasi dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025. Ia mencontohkan kemungkinan terjadinya protes orangtua jika anak mereka tidak diterima di sekolah negeri.

"Di setiap sekolah orangtua siswa berteriak, tidak bisa masuk sekolah. Nanti ada orang yang memboikot mobil masuk ke sekolah. Tapi hari ini bisa lihat bahwa sepanjang sejarah dulu PPDB sekarang SPMB ya, SPMB baru kali ini penerima siswa baru tidak ada keributan. Tidak ada hiruk-pikuk, tidak ada protes-protes," tutur Dedi.

Baca juga: Sekolah Swasta di Purwakarta Cuma Dapat 7 Murid, Rombel Negeri 50 Siswa Bikin Terpuruk

Ia juga mengingat momen saat masih menjadi anggota DPR RI, ketika ada orangtua di Bogor yang sampai mengukur jarak rumah ke sekolah demi memastikan anaknya diterima.

"Hari ini tidak terjadi, karena hari ini negara sudah hadir untuk melindungi warganya agar bisa bersekolah sampai SMA," ucapnya.

Lebih lanjut, Dedi menyebut dirinya telah meminta Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk memantau komentar di media sosial, terutama soal anak-anak yang tidak diizinkan bersekolah oleh orangtuanya.

"Dan hari ini saya sudah meminta Kepala Dinas Pendidikan untuk monitor komen-komen di media sosial yang ada anak 10 tahun oleh orangtuanya dilarang sekolah. Kita lagi-lagi nyisir itu sekarang agar mereka bisa bersekolah SD, SMP," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau