Editor
KOMPAS.com – Pemandangan memilukan terjadi saat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengunjungi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (14/7/2025).
Di tengah lingkungan kumuh dan drainase yang buruk, Dedi menemukan satu keluarga hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Baca juga: Bayi-bayi Ini Dijual ke Singapura, Sudah Dipesan sejak Dalam Kandungan
Mereka tinggal di gubuk reyot dan memasak bangkai ayam dari tempat sampah untuk makan.
Keluarga tersebut berasal dari Majalaya dan kini menetap di dekat TPA Sarimukti.
Mereka mengandalkan hidup dari pekerjaan sebagai pemulung.
Baca juga: Sekolah Kurang Kursi-Meja Imbas 50 Siswa, Dedi Mulyadi: Saya Belikan, AC Juga, Enggak Usah APBD
Suami mengais rongsokan, dan istri mengurus anak-anak di rumah kayu sederhana penuh lalat.
“Ini campur sama laler,” kata Dedi saat melihat kondisi rumah yang dihuni ibu dan tiga anak itu, dikutip dari video yang diunggah di chanle Youtube Dedi Mulyadi, Senin (14/7/2025).
Anak bungsu mereka masih berusia 4 tahun, sementara anak sulung bekerja di Jakarta.
Saat ditanya apakah sang ibu sudah memasak hari itu, jawabannya mengejutkan.
“Belum punya beras… belum dapat uangnya, Pak,” ujar sang ibu sambil tersenyum getir.
Dedi lalu menanyakan dapur dan WC keluarga itu.
Saat membuka panci di dapur, ia terkejut mendapati potongan daging ayam yang ternyata hasil temuan dari tempat sampah.
“Itu teh mulung, Pak. Dapat dari sampah,” ujar si ibu.
“Kan bangkai?” tanya Dedi dengan nada tinggi, terkejut.
“Iya, anak juga gak mau makan,” balas sang ibu.
“Masak ibu ngasih makan bangkai!?” ujar Dedi kembali dengan nada tinggi.
Meski ayam tersebut dicuci dan dimasak ulang, Dedi menegaskan bahwa hal itu sangat berbahaya bagi kesehatan.
Ia juga mempertanyakan mengapa keluarga tersebut tidak tinggal di kampung halaman mereka.
“Ibu gak punya rumah sama sekali?”
“Gak punya, Pak.”
Dedi pun meminta KTP untuk mengecek alamat mereka dan memastikan apakah keluarga ini mendapatkan bantuan yang layak.
Saat mengetahui sang ibu masih memiliki rumah orangtua di Majalaya, Dedi mempertanyakan mengapa mereka memilih hidup di tempat seberat itu.
“Cari nafkah di sini, Pak. Di kampung susah pekerjaan,” kata sang ibu.
Dedi pun berjanji akan menata kawasan kumuh tersebut, termasuk memperbaiki drainase dan merelokasi warga yang tinggal di lingkungan tak layak huni.
“Besok ada yang ngebresin ini. Drainasenya mau dirapiin. Kasur-kasur diangkat. Rumah-rumah mau saya tata, jangan begini,” kata Dedi.
Di akhir kunjungan, Dedi memberikan sejumlah uang kepada keluarga tersebut.
Si ibu tak kuasa menahan tangis dan mengucapkan terima kasih. “Nuhun (terima kasih), Pak,” ucapnya lirih.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang