BANDUNG, KOMPAS.com - Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) mengidentifikasi 16 pelaku dalam sindikat perdagangan bayi ke Singapura.
Dari jumlah tersebut, 13 tersangka berhasil ditangkap, sementara tiga pelaku lainnya masih buron.
Dalam jaringan bisnis gelap ini, sejumlah pelaku teridentifikasi sebagai lansia, dengan peran penting dalam perdagangan bayi.
Baca juga: Pelapor Sindikat Penjualan Bayi Ternyata Orangtua Anak yang Dijual, Bayarannya Kurang
Mereka menjalankan berbagai fungsi, mulai dari pengendali, pembuat dokumen palsu, pencari orangtua palsu, pengasuh, hingga penyalur atau pengantar bayi dari Jakarta, Kalimantan, hingga Singapura.
Beberapa pelaku yang ditangkap sempat diperlihatkan dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Kota Bandung.
Dalam kondisi tangan diborgol, mereka digiring untuk diperlihatkan kepada awak media.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar, Hendra, mengungkapkan bahwa beberapa tersangka berusia di atas 50 tahun.
"Ada beberapa dari tersangka ini usianya lebih daripada 50 tahun. Seperti Saudari AHA (Siu Ha alias Lai Siu Ha alias Eni), ini usianya 59 tahun, perempuan. Alamatnya di Kuburaya, Kalimantan Barat," ucap Hendra, Kamis (17/7/2025).
Baca juga: Sindikat Perdagangan Bayi Palsukan Dokumen di Pontianak
Tersangka AHA memiliki peran penting dalam sindikat tersebut, yaitu membuat dokumen palsu dan mencarikan orangtua palsu bagi bayi sebelum diberangkatkan ke Singapura.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan, menyebutkan bahwa pembuatan dokumen palsu dilakukan tersangka di wilayah Pontianak.
Tersangka AHA memalsukan identitas bayi dan memasukkannya ke dalam Kartu Keluarga orang yang akan dijadikan orang tua palsu.
Selanjutnya, tersangka juga mengurus paspor bayi untuk memudahkan akses masuk ke Singapura.
"Nanti (bayi) dibawa ke Jakarta lagi, untuk dibawa ke Singapura," kata Surawan.
Hendra juga mengungkapkan bahwa tersangka lain, AK (A Kiau), juga berusia 58 tahun dan berperan sebagai pengasuh bayi serta pengantar bayi dari Jakarta ke Kalimantan, dan dari Kalimantan ke Singapura.
Tersangka lainnya, DFK (Djap Fie Khim), perempuan berusia 52 tahun, juga berperan sebagai pengasuh bayi dan pengantar ke Singapura.
"Kemudian ada KIM (DFK) ini usianya juga 52. Kemudian Saudari A (AK), ini usianya 58 tahun perempuan yang tinggal di Kuburaya. Mereka ini berperan sebagai penampung dan perawat," ungkap Hendra.
Salah satu lansia yang juga memiliki peran penting adalah L (Lie Siu Luan Alias Lily A Alias Popo alias AI), perempuan berusia 69 tahun, yang kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Surawan menyebut L alias Popo sebagai pengendali sindikat perdagangan bayi tersebut, dan saat ini pihak kepolisian masih memburu pelaku yang berkeliaran di luar negeri.
Dalam kasus ini, polisi telah menangkap 12 perempuan dan seorang pria yang memiliki peran sebagai pengasuh, penampung, perekrut, hingga pengantar.
Dari keterangan sementara, sebanyak 25 bayi telah direkrut oleh tersangka untuk dijual ke Singapura.
Namun, enam bayi di antaranya berhasil diselamatkan, sementara 15 bayi diduga telah dijual kepada adopter di Singapura, dan sisanya masih dalam penelusuran.
Para tersangka diduga telah melakukan tindak pidana penculikan anak di bawah umur, sebagaimana diatur dalam Pasal 83 UU No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan atau Pasal 2, Pasal 4, dan atau Pasal 6 UU RI No 21 Tahun 2007 tentang TPPO, serta Pasal 330 KUHP Pidana.
"Ancaman hukumannya kurungan penjara maksimal 15 tahun," kata Hendra.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang