KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meluruskan maksud ucapannya soal pernyataan bahwa masyarakat sama koruptifnya dengan pemimpin.
Pernyataan itu ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam acara di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.
Awalnya, Dedi menyinggung soal program perhutanan sosial yang menurutnya sering disalahgunakan. Seharusnya, perhutanan sosial memberi ruang bagi rakyat untuk mengakses hutan sehingga dapat mengembangkan ekosistem kehutanan yang menopang kehidupan ekonomi.
Namun, kenyataannya, kata dia, lahan garapan justru dijual dan dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.
Baca juga: Demo Larang Study Tour Batal, Dedi Mulyadi: Semoga Wisata Meningkat Tanpa Jadikan Anak Sekolah Obyek
"Kan ini problem lagi sehingga hari ini saya ingin segera melakukan penataan itu. Kalau nanti ada komitmen yang kuat antara Pemprov Jabar, Unpad, dan Kementerian Kehutanan, kami wajibkan seluruh penerima hak perhutanan sosial menanam tanaman agroforestri, di antaranya kelapa dan sukun," ucapnya.
Dedi menekankan bahwa rakyat masa kini berbeda dengan rakyat era 1960-an atau 1970-an. Karakter masyarakat sekarang, menurutnya, sama dengan pemimpin: sama-sama punya potensi serakah.
"Rakyat hari ini adalah rakyat tahun ini yang karakternya sama dengan kita. Sama buasnya, kadang sama serakahnya. Cuma beda tingkatan kekuasaannya," ujarnya.
"Ini rakyat, Pak. Jadi, sifat koruptif, sifat nepotisme bukan hanya milik politisi kayak Dedi Mulyadi. Enggak usah menunggu orang lain, tetapi juga yang lain juga punya karakter itu, punya karakter serakah," lanjutnya.
Pernyataan tersebut kemudian viral dan menuai beragam komentar dari netizen. Ada yang menyesalkan, tetapi banyak pula yang mendukung dan membenarkan pernyataan tersebut.
Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Senin (25/8/2025), kemudian menjelaskan maksud pernyataan tersebut.
Ia mengatakan bahwa baik masyarakat maupun peimpin sama-sama punya potensi koruptif dan serakah.
Menurutnya, sifat serakah dan potensi koruptif itu merupakan bagian dari fitrah manusia yang ada pada setiap orang, bukan hanya pejabat atau politisi.
"Sama, ya sama, saya kan punya pengalaman. Dikasih kios satu, ingin adiknya masuk, pengen saudaranya masuk, ingin menguasai seluruh kios gratis. Kan ada pengalaman," kata Dedi saat menjelaskan latar belakang pernyataannya.
Ia mencontohkan pengalamannya di kampung maupun saat menjabat di Purwakarta. Ada warga yang diberi fasilitas tempat usaha secara gratis, tetapi justru disewakan kepada orang lain dengan harga tinggi.
"Pengalaman saya dulu di Pasar Rebo Purwakarta. Video YouTube-nya ada, lapak disewakan Rp 11 juta, padahal itu gratis disediakan bagi pedagang," ungkapnya.