Untuk itu, Dedi mendelegasikan tiga staf untuk menampung keluhan warga.
Meskipun demikian, ia menyadari bahwa tidak semua orang merasa puas dengan pelayanan tersebut.
"Dari seluruh rangkaian itu ada yang merasa puas, ada yang kadang tetap ngotot ngeyel untuk tetap minta dilayani, terutama yang urusan utang piutang," ujarnya.
Meskipun ada batasan, Dedi menegaskan bahwa pintu Lembur Pakuan tidak akan ditutup.
Warga tetap diperbolehkan datang, terutama bagi mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan kemanusiaan.
"Untuk itu saya menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan layanan kami. Kami ingin berusaha memberikan yang terbaik, tetapi berdasarkan kemampuan yang kami miliki," kata Dedi.
Sementara itu, data dari posko pengaduan menunjukkan bahwa persoalan utang piutang mendominasi setiap hari.
Dari 50 hingga 60 orang yang datang, mayoritas berharap Dedi Mulyadi dapat turun tangan menyelesaikan masalah utang mereka.
Windi, salah satu staf posko pengaduan, menceritakan bahwa pernah ada warga yang datang dengan masalah utang hingga miliaran rupiah.
Ia menegaskan bahwa aduan semacam itu tidak pernah ia teruskan kepada Gubernur Jabar.
"Pada bulan Mei 2025 ada seorang lelaki asal Bandung yang datang ke pos pengaduan curhat karena yang bersangkutan terlilit utang Rp4 miliar. Paling banyak itu aduan terkait masalah personal yaitu utang piutang," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang