Editor
BANDUNG, KOMPAS.com - Rektor Universitas Taruna Bakti Frado Sibrani mengakui tren minat mahasiswa baru menurun beberapa tahun terakhir.
Kondisi ekonomi yang memburuk, persaingan ketat dengan perguruan tinggi negeri (PTN), dan masuknya kampus swasta besar ke Bandung menjadi faktor utama.
“Kalau lihat berita-berita terakhir, perguruan tinggi negeri buka kuotanya lebih besar, seperti di Surabaya sampai 30.000. Itu memengaruhi penerimaan kami,” kata Frado kepada Kompas.com usai Wisuda Universitas Taruna Bakti di Bandung, Sabtu (27/9/2025).
Ia menambahkan, kehadiran kampus besar seperti Binus di Bandung juga membuat kompetisi semakin ketat.
Baca juga: Mendiktisaintek Buka Suara soal Dugaan Ancaman Cabut LPDP Mahasiswa yang Kamisan New York
Untuk tetap relevan, Universitas Taruna Bakti membuka beberapa program studi (prodi) baru, antara lain Data Science, Rekayasa Logistik, Manajemen, dan Musik.
Kampus juga memberikan beasiswa penuh di tahun pertama untuk menarik minat calon mahasiswa.
“Kami promosikan prodi baru ini ke berbagai pihak, termasuk Pangdam Siliwangi, FKPPI, juga atlet. Bahkan ada tiga beasiswa untuk Persib sebagai bentuk pengabdian masyarakat,” ujar Frado.
Selain itu, prodi sekretaris yang menjadi ciri khas kampus tetap dipertahankan. Menurut Frado, prodi tersebut menghasilkan lulusan dengan keterampilan praktis yang langsung dibutuhkan dunia kerja.
“Banyak mahasiswa kami sudah bekerja sebelum lulus, karena perusahaan membutuhkan sekretaris atau ajudan. Jadi serapan lulusan cukup baik,” katanya.
Baca juga: Kisah William Berlari Jakarta-Bandung di Ultra Marathon ITB: Sempat Down tapi Kembali Bangkit
Untuk meningkatkan penyerapan lulusan, pihaknya secara rutin menggandeng perusahaan dalam job fair tahunan, termasuk perbankan besar.
“Seperti kemarin, kami bekerja sama dengan Bank Mandiri yang hadir langsung ke kampus,” ujar Frado.
Kerja sama lain juga dilakukan dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memberikan pengalaman praktik investasi kepada mahasiswa manajemen.
“Nantinya mahasiswa kami bisa membuka gerai trading di kampus,” ucapnya.
Meski beasiswa ditawarkan, tantangan lain muncul dari biaya hidup mahasiswa di Bandung.
Frado menyebut ada kasus penerima beasiswa penuh yang akhirnya mengundurkan diri karena tidak mampu menanggung biaya kos dan makan sehari-hari.
“Untuk kosan dan makan mungkin Rp1 juta sampai Rp1,5 juta sebulan. Saya akhirnya bekerja sama dengan beberapa orang tua yang cukup berada untuk menanggung biaya hidup mereka. Jadi memang ada solidaritas pribadi yang membantu,” jelasnya.
Frado mengungkapkan, kampus menargetkan tahun depan jumlah mahasiswa baru bisa mencapai 300 orang dengan adanya prodi-prodi baru.
“Kami tetap percaya punya ciri khas sendiri, misalnya prodi sekretaris dan musik yang tidak banyak dimiliki kampus lain. Selain itu, saya ingin kembangkan prodi informatika dengan penekanan pada AI dan cyber security, sesuai pengalaman saya di Singapura dan IBM,” tutur Frado.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang