BOGOR, KOMPAS.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jawa Barat mendapat suntikan dana Rp 50 triliun dari pemerintah pusat melalui Badan Gizi Nasional (BGN). Dana ini akan dikucurkan tahun depan dan masuk sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan, dana tersebut disiapkan agar pelaksanaan MBG di Jawa Barat berjalan lancar.
“Sinkronisasi dan kerja sama sudah disepakati. Pemerintah daerah di Jawa Barat akan melaksanakan program ini bersama-sama,” ucap Dadan usai rapat koordinasi Program Strategis Nasional MBG di Bale Pakuan Padjajaran, Bogor, Senin (29/9/2025).
Baca juga: Kelakar Presiden Prabowo ke Dedi Mulyadi: Kalau Kau Brengsek, Saya Usut
Dadan menegaskan, kontribusi pusat harus dimanfaatkan daerah dengan baik agar program berjalan maksimal. Seluruh kepala daerah di Jabar telah dilibatkan dalam rapat koordinasi agar pelaksanaan MBG terintegrasi di semua kabupaten dan kota.
“Kami Badan Gizi Nasional akan mengirimkan uang tahun depan ke Jawa Barat kurang lebih itu Rp 50 triliun dan dianggap sebagai bagian dari pendapatan asli daerah. Jadi itu kontribusi pemerintah pusat untuk daerah, jadi memang di daerah, uangnya tidak dikelola pemerintah daerah tapi seluruhnya dirasakan oleh pemerintah daerah, termasuk masyarakat,” jelasnya.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyambut alokasi dana tersebut dengan menyiapkan langkah evaluasi dan pengawasan. Ia menegaskan akan membentuk tim evaluasi MBG sebelum Satgas nasional dibentuk pemerintah pusat. Tim ini bertugas memantau pelaksanaan mulai dari penyediaan bahan baku hingga distribusi makanan di sekolah.
Baca juga: Dedi Mulyadi Larang Guru Cicipi MBG, Hanya Tim Khusus yang Berwenang
“Kualitas makanan menjadi perhatian utama. Karena itu, tim khusus akan mencicipi makanan untuk memastikan kelayakan bahan pangan, bukan guru atau pihak sekolah,” kata Dedi.
Selain itu, ia mendorong pembentukan lembaga aduan di tiap kabupaten dan kota. Lembaga ini akan menerima keluhan dari guru maupun siswa terkait kualitas maupun porsi makanan.
“Kalau ada pengurangan porsi atau kualitas yang tidak sesuai, laporan itu harus ditindaklanjuti segera,” ujar Dedi.
Dedi menekankan, angka Rp 10.000 per porsi tidak boleh berkurang. Pelanggaran dapat berakibat sanksi administratif, penghentian kemitraan, hingga proses pidana korupsi.
Ia juga mengusulkan sekolah dengan jumlah siswa lebih dari seribu orang membangun dapur khusus yang bisa dikelola bersama Pemda dan orangtua siswa sebagai relawan pengelola.
“Kalau dapurnya ada di sekolah, orangtua bisa ikut mengawasi langsung, sehingga kualitasnya lebih terjamin,” ujar Dedi.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya melibatkan tenaga kerja lokal dan pasokan bahan pangan dari daerah sekitar. Menurut Dedi, pola ini menciptakan perputaran ekonomi baru dan memastikan dana pusat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat lokal.
“Seluruh suplai dan demand MBG harus terdata agar jelas kontribusinya terhadap ekonomi daerah,” tambahnya.
Program MBG hadir di tengah berkurangnya dana transfer pemerintah pusat, yang berdampak pada pembangunan infrastruktur dan penyerapan tenaga kerja. Dedi menegaskan, MBG bisa menjadi stimulus untuk menutup kekosongan fiskal. “Kalau dana transfer berkurang, otomatis pembangunan menurun. Dengan MBG, ekonomi bisa tetap bergerak,” ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang