BANDUNG, KOMPAS.com - Setelah dikurangi dari 1.400 ton menjadi 1.200 ton, Kota Bandung kembali dihadapkan pada situasi sulit untuk menanggulangi sampah.
Sebab, Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali mengurangi kuota buang sampah Kota Bandung ke TPA Sarimukti.
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, Salman Faruq menjelaskan, sejak beberapa hari terakhir, kuota pembuangan sampah ke TPS Sarimukti kembali diperketat.
Baca juga: Macan Tutul Masuk Hotel di Bandung, Pakar IPB: Satwa Liar Tak Cocok Hidup di Kandang Sempit
Kota Bandung kini hanya diizinkan membuang di bawah 1.000 ton sampah per hari, padahal, produksi sampah harian di Kota Bandung tidak pernah kurang dari 1.500 ton per hari.
"Pihak provinsi kembali mengetatkan kuota pengangkutan sampah ke TPS Sarimukti. Kami hanya dibolehkan membuang 981 ton per hari. Padahal, sebelumnya sekitar 1.200 ton,” ujar Salman, dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (11/10/2025).
Baca juga: Curhat Farhan tentang Masalah di Kota Bandung ke Anggota DPD RI
Pengurangan kuota buang tersebut dipastikan menyebabkan volume sampah di dalam Kota Bandung menumpuk dan berpotensi menimbulkan gangguan kebersihan serta kesehatan lingkungan.
Setidaknya, bakal ada sekitar 200 hingga 300 ton sampah per hari yang tidak dapat terangkut ke TPS.
Kondisi ini menyebabkan penumpukan signifikan di berbagai titik Tempat Pembuangan Sampah Sementara di Kota Bandung.
“Saat ini estimasi penumpukan sudah mencapai 4.000 ton dan akan terus bertambah kalau tidak ada upaya apapun,” ungkapnya.
Pemerintah Kota Bandung pun kini tengah berupaya mengantisipasi kondisi ini. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan memperkuat peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pengurangan sampah di sumbernya.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan juga tengah menginventarisasi lahan-lahan di tingkat RW dan kelurahan yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat pengolahan sampah organik.
“Pak Wali sedang mencari lahan di tingkat RW dan kelurahan untuk dijadikan tempat pengolahan sampah organik. Beliau juga berencana merekrut 1.597 pendamping pemilah sampah di setiap RW,” kata Salman.
Harapannya, langkah ini dapat mengurangi volume sampah organik yang masuk ke TPS dan TPA, mengingat sampah organik merupakan komponen terbesar dari total timbulan sampah di Kota Bandung.
Selain itu, DLHK juga berupaya mengoptimalkan 151 rumah maggot yang telah dibangun di sejumlah kelurahan. Rumah maggot tersebut sejatinya mampu mengolah hingga satu ton sampah organik per hari, namun saat ini baru beroperasi rata-rata 350 kilogram per hari.
“Kami akan tingkatkan kapasitasnya dengan mendorong warga memilah sampah sejak dari rumah, agar bahan organik yang masuk ke rumah maggot lebih banyak,” jelasnya.
Salman menjelaskan, partisipasi warga menjadi kunci utama untuk menekan dampak darurat sampah.
“Kami sangat berharap masyarakat ikut andil, melakukan pemilahan di tingkat rumah tangga, serta mengolah sampah organik secara mandiri maupun komunal. Dengan cara itu, kita bisa bersama-sama mengatasi potensi kedaruratan ini,” tandasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang