"Saya masih trauma. Kalau lihat hujan, takut. Saya cuma lihat dari bawah saja. Enggak berani ke atas,” katanya.
Sebagai petani, longsor tak hanya merenggut rumahnya, tetapi juga sumber penghidupannya.
Baca juga: Pencarian 3 Korban Longsor Masih Terus Dilakukan Arjasari, Bandung Masih Nihil, BPBD: Medannya Sulit
Beberapa ekor domba, ayam, burung peliharaan, sepeda motor, hingga mesin jahit miliknya ikut tertimbun. Akses ke ladang terputus, membuatnya tak lagi bisa bekerja.
“Sekarang mau ke kebun juga jalannya keputus. Jadi enggak bisa kerja,” ujar dia.
Hingga kini, Amas mengaku belum menerima bantuan secara pribadi. Kebutuhan makan dan tempat tidur ia peroleh dari posko pengungsian.
Namun, kerugian besar yang ia alami masih menyisakan kekosongan yang sulit diisi hanya dengan bantuan logistik.
Rumahnya kini ambruk total. Tak tersisa tempat untuk pulang. Harapan Amas sederhana. Ia hanya ingin kembali memiliki rumah.
“Saya cuma pengin ada rumah lagi buat pulang. Soalnya sekarang sudah enggak punya apa-apa,” katanya lirih.
Di antara rasa takut dan trauma yang belum pulih, Amas masih menyimpan satu hal yang ia syukuri setiap hari, keluarganya selamat. Dari reruntuhan kayu dan tanah, ia dan keluarganya berhasil keluar hidup-hidup. Sebuah keajaiban kecil di tengah tragedi besar Arjasari.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang