Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bermodal Rp 5 Juta, Lulusan ITB Buat Kulit dari Jamur hingga Tembus Pasar AS, Jepang, dan Eropa

Kompas.com - 24/05/2022, 05:59 WIB
Reni Susanti

Editor

BANDUNG, KOMPAS.com - Founder Mycotech Lab, Adi Reza Nugroho, menggambarkan keberhasilannya saat ini berawal dari mimpi.

Semua dimulai tahun 2012 saat ia dan empat temannya sesama lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) berbisnis jamur tiram.

Dengan background keilmuan yang dimiliki 5 orang pendiri tersebut yakni arsitektur, bio teknologi, dan ekonomi, berpikir keras. Mereka tak hanya ingin bermain di jamur tiram.

Mereka lantas berpikir menciptakan sesuatu yang kerap disebut doing well dan doing good yakni menghasilkan uang tapi memiliki nilai lebih.

Baca juga: Kisah Nurhayati, Keluar dari Pabrik hingga Bangun Paragon Pemilik Brand Wardah dan Emina

Pilihan pun jatuh pada produk fashion. Sebab salah satu industri pencipta limbah terbesar di dunia adalah fashion, termasuk dari materialnya.

Berangkat dari mimpi itu, tahun 2015, mereka berlima mencoba membuat penelitian tentang material berbahan dasar jamur.

Tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 2018 dengan bantuan dana penelitian dari dalam dan luar negeri, mereka berhasil membuat kulit dari jamur.

"Kami punya mimpi bagaimana caranya menghasilkan sesuatu dari inovasi dan menghasilkan sebuah dampak untuk lingkungan sampai akhirnya menghasilkan sebuah material kulit dari jamur yang ditujukan bagi industri fesyen," ujar Adi di sela-sela acara TEDxITB, Senin (23/5/2022).

Adi menjelaskan, jamur yang digunakan bukan yang bisa dimakan manusia, melainkan limbah pertanian. Waktu penanaman hingga produksi jamur hanya 2 bulan, jauh lebih singkat dibanding hewan yang membutuhkan waktu 2 tahun.

Baca juga: Dengar Kisah Sukses Penerima Kartu Prakerja di Surabaya, Menko Airlangga Dorong Anak Muda Berwirausaha

Lalu dari segi konsumsi air bisa menghemat sampai 70 persen. Begitupun dengan dampak karbon emisi (global warming reduction) mengurangi 68 persen, dan pengurangan energi konsumsi 17 persen.

"Sebenarnya kulit dari jamur ini hampir mirip dengan kulit hewan. Sekarang kami ada komunitas skillnya dan sekarang alhamdulillah penjualannya sampai over demand lantaran suplai terbatas," ucap Adi.

Berdasarkan perhitungannya, permintaan buyer baru akan terpenuhi pada 2024. Bahkan saat pandemi sedang tinggi-tingginya, brand nya tetap kebanjiran order.

Adapun tantangan yang dihadapi selama berbisnis kulit dari jamur adalah pendanaan yang sangat minim di Indonesia. Padahal pendanaan adalah bahan bakar sebuah inovasi.

Saat ini, pihaknya berkolaborasi dengan brand-brand lokal hingga luar negeri. Ia pun memasarkan produknya hingga ke Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang.

Berani bermimpi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com