Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pemburu Liar Berkedok Pengusir Hama Ancam Satwa Langka Pegunungan Sanggabuana

Kompas.com, 12 Oktober 2022, 15:49 WIB
Farida Farhan,
Reni Susanti

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Sejumlah pemburu bersenjta api dan senapan angin kedapatan berburu di Pegunungan Sanggabuana. Perburuan itu mengancam satwa langka di pengunungan yang membentang di Karawang, Purwakarta, Bogor, dan Cianjur ini.

Diketahui pada Juli 2020, ditemukan perburuan macan tutul Jawa atau Panthera pardus melas) di Pegunungan Sanggabuana. Lalu pada Agustus 2022 landak Jawa atau Manis javanica juga menjadi sasaran moncong senjata rakitan.

Solihin Fu’adi, Direktur Executive Sanggabuana Conservation Fondation (SCF) menyebut, di kawasan Pegunungan Sanggabuana yang masuk wilayah Karawang, masih banyak warga yang menyimpan senjata.

Baca juga: Seekor Simpanse Tewas Setelah 11 Hari Diselamatkan dari Siksaan Pemburu Liar

Baik senapan angin pompa, senapan angin gas, sampai senjata api rakitan jenis dorlok.

Wilayah tersebut yakni di Desa Kutalanggeng, Cintalanggeng, Cintalaksana, dan Mekarbuana Kecamatan Tegalwaru, sampai di Desa Medalsari, Kecamatan Pangkalan.

"Tidak bisa dipungkiri, ancaman terhadap keanekaragaman hayati Pegunungan Sanggabuana ini, salah satunya berasal dari para pemburu liar," ujar Solihin dalam keterangannya kepada Kompas.com, Rabu (12/11/2022).

Senjata api rakitan dorlok, tutur Solihin, merupakan senapan tradisional yang mekanisnya masih manual.

Jadi tidak menggunakan peluru seperti senapan pada umumnya, tetapi menggunakan mesiu dan peluru yang dimasukkan ke laras senapan secara manual.

Seperti pada hasil kamera trap milik Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) yang baru dirilis.

Tampak dalam rekaman video kamera trap bertanggal 15 September 2022 pukul 12.42.10 WIB, seorang warga membawa senapan angin jenis Pre-Charged Pneumatic Air Rifle (PCP) berada di hutan tepat di depan kamera.

Baca juga: Mahasiswa Ini Pergoki Aksi Perburuan Landak Jawa di Pegunungan Sanggabuana

Selain membawa senapan, warga terekam membawa golok. Dua jam 40 menit sebelumnya, di tempat yang sama, bermunculan puluhan kera ekor panjang (Macaca fascicularis), salah satu dari lima primata yang ada di Pegunungan Sanggabuana.

Dalam tangkapan layar kamera trap, sebelum pergi, pemburu ini terlihat menunduk dan teridentifikasi memakai ikat kepala warna biru.

Dari suara dan gerakan pada kamera trap terindikasi seperti sedang berusaha mencopot pengaman kamera trap yang dipasang.

"Untung saja, kedatangan warga yang membawa senapan dan diduga pemburu liar itu datangnya telat. Jika saja bersamaan dengan Macaca, bisa saja dia sudah memuntahkan beberapa peluru ke primata tersebut," kata Solihin.

Pihaknya, tambah Solihin, sudah sosialisasi ke warga sekitar hutan tentang larangan perburuan satwa dilindungi ini. Bahkan memasang spanduk imbauan di tiap pintu masuk hutan.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau