KOMPAS.com - Masyarakat di Provinsi Jawa Barat memiliki berbagai kearifan lokal yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Kearifan lokal ini berasal dari nilai-nilai luhur dalam tradisi masyarakat setempat yang terkait dengan kehidupan maupun aktivitas sehari-hari.
Baca juga: Kearifan Lokal: Pengertian dan Ciri-cirinya
Begitu pula dengan kearifan lokal di Jawa Barat yang masih banyak dipertahankan oleh masyarakat setempat.
Bentuk-bentuk kearifan lokal dapat berupa sikap, pandangan hidup, hukum, ritual, maupun pengetahuan lokal.
Baca juga: 5 Kearifan Lokal di Jawa Timur, Ada Upacara Kasada dan Toron
Bahkan tidak jarang, kearifan lokal ini terkait dengan mitos atau cerita rakyat yang diyakini oleh masyarakat di wilayah tersebut.
Berikut adalah beberapa contoh kearifan lokal di Jawa Barat yang masih terpelihara hingga kini.
Baca juga: 5 Kearifan Lokal dari Sumatera Utara, Ada Fahombo dan Mangokal Holi
Pamali adalah istilah yang digunakan untuk menyebut pantangan atau hal yang tabu dalam budaya masyarakat Sunda.
Istilah pamali dalam bahasa Sunda memiliki makna yang serupa dengan pantrayangan serta panyaraman yang berarti pantangan.
Umumnya, hal ini berbentuk aturan tidak tertulis, seperti sebuah larangan yang harus ditaati yang apabila dilanggar dapat menyebabkan celaka.
Bentuknya dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan dan sudah ada sejak zaman dahulu.
Contoh pamali yaitu “teu meunang ulin wanci maghrib bisi dirawu sandekala” yang artinya “jangan bermain waktu maghrib nanti dibawa hantu”.
Ada pula yang berbunyi “ulah diuk dina lawang panto/bangbarung bisi nongtot jodo” yang artinya “jangan duduk di depan pintu nanti sulit jodoh”.
Leuweung larangan atau hutan terlarang adalah kearifan lokal di Jawa Barat yang terkait dengan kelestarian alam.
Sesuai namanya, kawasan leuweung larangan adalah wilayah hutan yang hanya boleh dimasuki dengan mengikuti aturan tertentu.
Selain itu, sumber daya alam yang ada di hutan tersebut hanya boleh diambil untuk kepentingan adat.