CIREBON, KOMPAS.com - Sidang Peninjauan Kembali (PK) enam terpidana kasus Vina menghadirkan Titin Prialianti, mantan kuasa hukum para terpidana, yang berbagi kisah perjuangannya sejak pertama kali mendampingi mereka pada tahun 2016.
Dalam sidang tersebut, Titin mengungkapkan pengalaman pahit yang dialaminya, termasuk intimidasi yang dialamatkan kepadanya.
Jan Sangapan Hutabarat, kuasa hukum enam terpidana, menjelaskan bahwa Titin dihadirkan sebagai saksi testimoni de auditu.
Baca juga: Hakim Tanya Face Recognation ke Ahli Mata di Sidang PK Terpidana Kasus Vina dan Eky
"Kami yakin Titin akan memberikan banyak kesaksian di tahun 2016 saat pertama kali mendampingi para terpidana. Titin juga memiliki bukti-bukti yang kuat. Atas dasar itu kami hadirkan sebagai saksi," ujar Jan saat ditemui Kompas.com, Rabu (25/9/2024) pagi.
Selain Titin, saksi lainnya yang dihadirkan dalam sidang adalah Dedi Mulyadi, tokoh Jawa Barat yang ikut menelusuri kasus ini, dan Jogi Nainggolan, mantan kuasa hukum terpidana pada tahun 2016.
Kehadiran para saksi ini diharapkan dapat memperkuat argumen dalam memori PK yang telah diajukan oleh kuasa hukum.
Pantauan Kompas.com selama sidang berlangsung menunjukkan bahwa Titin berulang kali menangis saat memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim.
Ia memulai ceritanya dengan mengisahkan pertemuannya dengan keluarga salah satu terpidana.
"Saya mendapatkan kuasa pertama dari keluarga Eko Ramadhani. Orang tua Eko datang ke kantor saya malam-malam dan menceritakan hal yang menimpa anaknya, itu terjadi pada tanggal 31 Agustus 2016. Besoknya saya langsung berusaha menemui Eko, namun permohonan itu ditolak oleh petugas Polres Cirebon Kota," ungkap Titin.
Keluarga dan Titin merasa kaget dan sedih saat melihat foto-foto para terpidana yang menunjukkan banyak luka.
Ketika berusaha menemui mereka, Titin diinformasikan bahwa para terpidana telah dipindahkan ke Polda Jawa Barat.
Perjuangan Titin tidak berhenti di situ.
Ia segera melaporkan kondisi para terpidana ke Propam Polda Jawa Barat setelah foto-foto tersebut viral.
Titin juga melaporkan kasus ini ke Komnas HAM dan beberapa pihak lainnya.
Namun, ia menyayangkan bahwa tanggapan atas laporannya sangat lambat.