Editor
KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta agar delapan organisasi sekolah swasta yang mengunggatnya, mampu membuktikkan adanya kerugian nyata akibat kebijakan rombongan belajar 50 siswa per kelas yang dibuatnya.
“Ini bukan keputusan tata usaha yang merugikan secara material. Ini soal pendidikan, bukan bisnis tender yang menyebabkan yang lain kalah bersaing. Sekolah yang menggugat harus bisa membuktikan bahwa mereka benar-benar dirugikan oleh kebijakan ini,” ujar Dedi saat dikonfirmasi Kompas.com via telepon, Rabu (6/8/2025).
Baca juga: Dedi Mulyadi Digugat 8 Organisasi Sekolah Swasta ke PTUN Buntut Aturan Rombel 50 Siswa
Dedi menyebut, kebijakan rombel maksimal 50 orang dikeluarkan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi warga Jawa Barat.
Kebijakan ini, menurutnya, justru bentuk pemenuhan kewajiban negara.
Dedi menolak anggapan bahwa kebijakan tersebut memonopoli dunia pendidikan dan membuat sekolah swasta tersingkir.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Saya Digugat karena Jalankan Kewajiban Negara Mendidik Anak Bangsa
Ia menilai, yang terjadi justru adalah kompetisi terbuka antar-sekolah.
"Kalau SMA-nya menarik, orang pasti tetap sekolah di situ. Kenapa sampai 50 per kelas? Karena banyak yang minat, karena sekolahnya bagus. Minat masyarakat tinggi, bukan karena dipaksa," ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa daya saing dan gengsi sekolah turut memengaruhi pilihan masyarakat dalam menyekolahkan anak.
"Masyarakat juga berpikir, buat apa bayar mahal kalau kualitasnya biasa saja? Yang favorit (berkualitas) tetap penuh, bahkan rebutan murid," tegasnya.
Dedi menegaskan bahwa sekolah swasta tetap mendapatkan dukungan pemerintah dalam bentuk dana operasional seperti BOS dan BPMU, baik dari APBD maupun APBN.
Bahkan, ia menantang pihak yang menggugat untuk mengaudit penggunaan bantuan tersebut.
Ia juga mempertanyakan logika gugatan tersebut dan menuding adanya upaya menjadikan pemerintah sebagai kambing hitam atas kurangnya daya tarik sekolah.
"Kalau sekolahnya memang dari dulu sepi, lalu tiba-tiba ada kebijakan rombel 50 orang, terus itu dijadikan alasan? Ini kayak ojek pangkalan menggugat Gojek karena sepi, padahal masalah utamanya ada pada daya tarik dan layanan," sindir Dedi.
Dedi menambahkan, jika gugatan ini dikabulkan, maka akan ada konsekuensi serius, termasuk nasib 47.000 siswa tambahan yang saat ini diterima di sekolah negeri.
"Misalnya kalau gugatan diterima, silakan saja hakim keluarkan 47.000 siswa tambahan itu dari Dapodik, dan mereka mau nggak keluar dari sekolah negeri ke swasta? Pasti nggak mau," kata Dedi.