Untuk menghidupkan suasana The Hallway, pihaknya menyiapkan berbagai event. Misal fashion show di pasar tradisional, seni rupa, seni musik, table maner yang menghadirkan chef terkenal dan lainnya.
Kemudian ke depan akan ada banyak komunitas yang bergabung seperti komunitas sepeda lipat. Namun karena dalam kondisi Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) semua event ini belum bisa berjalan optimal.
“Kita di sini tidak hanya sekadar jualan produk, tapi juga konten. Ada juga tujuan besar yang dibangun dari The Hallway,” ungkap dia.
Contohnya konsep hidden place yang diusungnya. Salah satu tujuannya agar pengunjung bertanya ke pedagang pasar tradisional yang di bawah.
Siapa tahu dengan interaksi ini, pedagang pasar tradisional ikut mendapatkan imbas dari The Hallway. Misalnya, mereka sekalian beli sayur dan keperluan lainnya.
“Soalnya Pasar Kosambi ini ramenya musiman, dan yang terkenal cuma dua yaitu seragam dan tempe goreng. Mudah-mudahan dengan adanya The Hallway berimbas positif pada pedagang tersebut,” ungkap dia.
Saat ini, omzet The Hallway sudah mencapai Rp 500 juta hingga Rp 700 juta perbulan.
Jadi, ia mengajak anak muda untuk nongkrong di pasar. Karena pasar tradisional itu tidak seperti yang dikatakan orang.