"Kalau pakai minyak curah, bala-bala itu enggak kering, malah agak basah oleh minyak. Kalau rasa mah tetep sama," katanya.
"Kenapa enggak menggunakan minyak curah, pertama harganya gak jauh beda per 2 liter ada yang jual Rp 46.000 ada yang sama Rp 48.000 terus boros. Beda dengan minyak kemasan, karena awet dan bersih," sambungnya.
Leni sempat senang saat mendengar stok minyak aman. Namun, kesenangannya tak berlangsung lama, saat mendatangi swalayan dan grosir ternyata harga minyak goreng kembali melonjak.
"Sempat kaget melihat minyak stok penuh harga mahal, kagetnya ya karena awalnya dengan stoknya aman, terus ini jelang puasa pinter-pinter kita, agar bisa teratur," ungkapnya.
Impitan kenaikan harga minyak goreng, ternyata tak membuat Leni akan berhenti berjualan. Bahkan, ia mengaku sejak kelangkaan minyak goreng ia tak pernah sengaja mogok berjualan.
"Belum pernah mogok, waktu minyak langka juga, saya mah tetap dagang karena yang meramaikan itu gorengan," tuturnya.
Leni berharap pemerintah bisa bijak melihat persoalan kenaikan harga minyak.
Ia meminta harga minyak goreng kembali normal, pasalnya penjual gorengan seperti dia, minyak goreng menjadi andalan.
"Normal lagi saja, kan mau puasa semuanya pada mahal, belum masyarakat banyak kepentingan yang lain. Gaji suami belum naik, sekolah anak mahal. Kalau gaji suami naik, silahkan saja minyak goreng juga naik," ujar Leni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.