Yang menarik, arah hadap rumah di Kampung Naga selalu menghadap ke utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah barat-timur.
Peneliti budaya Sunda, Nandang Rusnandar mengatakan arah rumah seperti itu dipilih sejalan dengan alurnya matahari, terbit di timur dan terbenam di barat.
Warga Kampung Naga sangat mengenal istilah “Pareum Obor” yang diterjemahkan secara singkat menjadi matinya penerangan.
Hal ini terkait dengan peristiwa hilangnya sejarah Kampung Naga, yang membuat warga di sana tidak bisa mengetahui asal-usulnya.
Hilangnya sejarah Kampung Naga disebabkan oleh terbakarnya arsip/sejarah saat kampung ini dibakar oleh Organisasi DI/TII Kartosoewiryo.
Pada saat itu, Kampung Naga ebih mendukung Soekarno dan kurang berminat dengan niat DI/TII yang ingin mewujudkan negara Islam di Indonesia.
Hingga pada tahun 1965, DI/TII membumihanguskan perkampungan tersebut karena tak kunjung mendapat simpati warga.
Ada sebuah sejarah Kampung Naga yang diceritakan pada masa kewalian Sunan Gunung Jati.
Seseorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat.
Setelah perjalanan jauh, sampailah ia ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari.
Di tempat ini sang abdi bersemedi dan mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
Tak heran juka akhirnya Embah Dalem Eyang Singaparna menjadi nenek moyang orang Kampung Naga (Sa-Naga) yang menurunkan keturunan dan adat istiadat Naga.
Hal ini dibuktikan dengan keberadaan makam Embah Dalem Eyang Singaparna diwilayah hutan sebelah barat Kampung Naga.