Naiknya harga Gas, sangat membebani dirinya. Pasalnya, masih tergambar jelas diingatan nya, saat Pandemi Covid-19, ia harus kehilangan hampir separuh pelanggan
Jauh sebelum Covid melanda, warung nasinya bisa menjual hampir 500 porsi sehari, dengan berbagai harga per-porsi, mulai dari Rp 10.000 sampai Rp 15.000.
"Sekarang kalau mau nyampe 150 atau 200 porsi saya harus nunggu sampai larut, waktu Pandemi apalagi nyampe 50 atau 100 saja habis-habisan tuh. Sekarang harga gas naik, ini makin bingung, apa pemerintah pengen liat pengusaha kecil kaya saya pada bangkrut?" katanya sambil menahan emosi.
Sementara, tak jauh dari warung nasi Dayat. Kemelut juga hinggap di wajah Aman Sulaeman (48).
Baca juga: Penyalahgunaan Elpiji Subsidi 20 Ton di Subang, Rugikan Negara Rp 8 Miliar Per Bulan
Kendati kumandang azan shalat Jumat mulai terdengar, Aman masih menunggu pembeli lain datang untuk menjajaki sayuran dagangannya.
Hingga matahari menuju singgasananya, hanya belasan pembeli yang datang ke kios yang Aman sewa sejak 2010.
Sejumlah sayuran, dan bahan bumbu dapur seperti cabai dan bawang masih diposisi yang sama, tak berubah sejak subuh ia membuka kios.
"Memang harga sudah turun sejak Idul Adha, tapi masih tergolong tinggi lah, kemarin kaya cabai rawit itu nyampe Rp 200.000 per kilogram, sekarang Rp 120.000 per kilogram, bawang juga Idul Adha nyampe Rp 100.000 per kilogram sekarang Rp 70.000 per kilogram," ujar dia.
Aman pun merasa khawatir dengan kenaikan harga gas Elpiji.
Bahkan, ia menduga kenaikan komoditi yang di jualnya, bukan hanya imbas dari cuaca saja, tapi juga imbas dari kenaikan harga.
"Kalau di posisi sekarang, saya malah sering nutupin (nombok), abis mau gimana lagi. Takutnya ini pada belum stabil harga karena kenaikan gas juga," kata Aman.
Baca juga: Pedagang Keluhkan Harga Elpiji: Ini Tidak Naik, tapi Ganti Harga
Aman tidak sampai hati jika harus menaikan harga. Satu sisi, ia takut kehilangan pelanggan, sisi yang lain ia berjualan untuk kebutuhan sehari-hari.
"Jadinya dilema, kenapa kalau situasi kaya gini kita yang di bawah yang repot. Saya punya istri di Rumah kebayang kalau harga semua naik, mau makan apa kita ? Makanya saya belum kepikiran buat naikin harga lagi, nunggu yang lain juga," jelas Aman.
Dugaan Aman tidak keliru, Ratih (36) warga Desa Bojong, Kecamatan Majalaya ini mengaku setelah Idul Adha belum membeli bahan-bahan mentah bumbu dapur.
Ia mengaku kenaikan harga membuatnya memilih bumbu siap saji. Belum lagi harga gas nonsubsidi yang kembali naik, membuatnya kebingungan mensiasati ekonomi di rumahnya.
"Jujur aja, niatnya mau buka usaha habis Idul Adha tapi liat harga semakin naik, tambah lagi gas juga naik, saya urungkan niatnya, saya juga gak tahu ini mensiasati sehari-hari kalau kondisinya kaya gini," jelasnya yang kerap berbelanja di pasar Stasiun Majalaya.
Soal kenaikan gas, Ratih mengatakan terpaksa kembali menggunakan Elpiji ukuran 3 kilogram, lantaran tidak memungkinkan jika harus menggunakan gas 5 kilogram atau 12 kilogram.
"Ya mau gimana lagi, kembali ke gas 3 kilogram kalau harganya gak sesuai dengan bulanan saya," ungkapnya.