Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Layangan, dari Mainan yang Jadi Hobi, Olahraga, Potensi Ekonomi, hingga Gangguan Listrik

Kompas.com - 26/07/2022, 12:54 WIB
Ari Maulana Karang,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com – Sejak Jumat (22/07/2022) hingga Minggu (24/07/2022), ratusan penerbang layangan dari berbagai daerah di Jawa Barat, Jakarta, dan Tangerang berkumpul di Garut.

Para penerbang layangan yang berasal dari berbagai komunitas ini berkumpul untuk mengadu ketangkasan bermain layangan dalam ajang Festival Layangan Perlaga Cup 2022.

Masing-masing komunitas mengenakan seragam dan pada layangan yang diterbangkan ada nama komunitas masing-masing.

Kegiatan festival layangan ini memang sengaja digelar di Garut yang dianggap sebagai surganya para penerbang layangan. Hamparan sawah yang luas menjadikan kawasan ini menjadi tempat mengadu layangan tanpa ganguan.

Baca juga: Viral Cerita Layangan Putus Versi ASN, Briptu SC Laporkan Suami yang Selingkuh dengan Istri Orang hingga Punya Anak

“Hampir setengah pemain layangan di Indonesia, ada di Garut. Jadi Garut itu barometer layangan di Indonesia,” klaim Dani, perwakilan Persatuan Layangan Garut, panitia penyelenggara kegiatan ini.

Layangan yang dimainkan dalam festival, bukan layangan berukuran kecil yang biasa dimainkan anak-anak.

Ada dua kelas layangan yang dimainkan dalam festival ini yaitu layangan ukuran 105-115 cm dan layangan berukuran 150-165 cm yang biasa disebut layangan bomber.

Dani mengatakan, sebelum mengikuti festival, biasanya komunitas mengadu layangannya secara rutin seminggu tiga kali.

Setiap kali bermain layangan, tiap pemain merogoh kocek yang lumayan untuk membeli atau membuat layangan.

“Satu layangan bisa sampai Rp 75 ribu, untuk beli layangan, gelasan dan lainnya," kata Dani.

Para pemain layangan tak hanya bersilaturahmi di ajang Festival Layangan Perlaga Cup 2022, mereka juga mendapat sosialisasi terkait bahaya bermain layangan bagi jaringan listrik.

Sosialisasi tersebut menggandeng pihak PLN untuk menjelaskan dampak yang bisa timbul dari pemain layangan yang menggunakan benang kawat yang kerap menyebabkan layangan putus.

“Makanya kalau kita ada tim sweeping di daerah tempat layangan putus untuk memastikan tidak ada yang membandang pakai benang kawat,” katanya.

 

Kepala Dinas Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Garut Dan Kepala Unit Pelayanan Transmisi Cirebon mencoba menerbangkan layangan bomberKOMPAS.COM/ARI MAULANA KARANG Kepala Dinas Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Garut Dan Kepala Unit Pelayanan Transmisi Cirebon mencoba menerbangkan layangan bomber

Basuki Eko, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Garut yang membuka festival layangan tersebut mengakui, saat ini sedikitnya ada 3.000 penerbang layangan yang sudah terdaftar dalam komunitas layangan di Garut.

Mereka semua tergabung dalam Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (Kormi) di bawah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

“Karena olahraga itu tidak hanya prestasi, tapi juga rekreasi,” kata Eko.

Eko mengakui, jumlah penerbang layangan di Garut merupakan yang paling banyak dibanding daerah lain di Indonesia. Karenanya, ada potensi ekonomi yang cukup besar dari olahraga layangan ini.

Soal pembinaan, Eko mengakui, layangan memang memiliki risiko tinggi terhadap munculnya gangguan jaringan listrik hingga kepada cabang olahraga lain.

“Misalnya saya, saya suka main paralayang, yang paling ditakutkan itu adalah layangan,” katanya.

Karenanya, upaya pembinaan sangat perlu dilakukan agar layangan tidak sampai menimbulkan resiko bagi jaringan listrik dan juga cabang olahraga lainnya.

Mengingat layangan memiliki potensi besar, Eko pun merencanakan tahun depan dalam ajang Pekan Olahraga Masyarakat Indonesia (Kormi), Kabupaten Garut akan mengajukan diri menjadi tuan rumah untuk cabang olahraga layangan.

“Karena jumlah penerbang layangan terbanyak di Garut,”katanya.

Soal adanya potensi gangguan pada jaringan listrik, hal ini dibenarkan oleh PT PLN Unit Layanan Transmisi dan Gardu Induk (ULTG) Garut. Maman Nurjaman. Dari data yang dimilikinya, pada tahun 2019 jumlah gangguan pada jaringan transmisi tercatat sebanyak 90 kali.

Namun, setelah pihaknya bekerjasama dengan komunitas layangan di Garut dan juga jajaran Forkopimda Kabupaten Garut, jumlah gangguan jaringan listrik terus mengalami penurunan.

“Tahun 2020, angka gangguan ada 76 kali, 56 diantaranya karena layangan, penurunan drastis terjadi tahun 2021 hanya terjadi 19 kali dan di tahun 2022 ini, gangguan sudah dua kali terjadi,” katanya.

Baca juga: Saat Anies Menang Adu Layangan dengan Juara Dunia Koh Akiat

Menurut Maman, gangguan listrik akibat penggunaan kabel pada layangan, biasanya sering terjadi pada musim kemarau. Karena, aktivitas bermain layangan pada musim kemarau terbilang tinggi.

Pihaknya pun memanfaatkan acara-acara komunitas layangan untuk mensosialisasikan aturan larangan bermain layangan menggunakan benang kawat yang telah diatur dalam Perda Nomor 18 tahun 2017 poin H dan I.

Menurut Maman, dari data yang dimilikinya, sedikitnya ada 400 lebih lokasi yang biasanya dijadikan tempat para pecinta layangan menerbangkan layangannya.

Tempat-tempat yang memiliki resiko tinggi ini, ditetapkan sebagai zona merah gangguan yang berada di Kecamatan Samarang, Bayongbong, Tarogong Kidul, Tarogong Kaler, Garut Kota dan Cilawu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Warga Terdampak Pergerakan Tanah di Cianjur, Diawali Gemuruh hingga Rumah-rumah Ambruk

Cerita Warga Terdampak Pergerakan Tanah di Cianjur, Diawali Gemuruh hingga Rumah-rumah Ambruk

Bandung
Kurir 1 Kg Sabu Disergap Polisi di Pintu Tol Kertajati

Kurir 1 Kg Sabu Disergap Polisi di Pintu Tol Kertajati

Bandung
PDI-P Buka Penjaringan untuk Pilkada Kota Bandung 2024

PDI-P Buka Penjaringan untuk Pilkada Kota Bandung 2024

Bandung
Tanah Bergerak di Cianjur, Kampung Ditinggalkan, Puing Reruntuhan mulai Dibersihkan

Tanah Bergerak di Cianjur, Kampung Ditinggalkan, Puing Reruntuhan mulai Dibersihkan

Bandung
Polda Jabar Bakal Telusuri Oknum Polisi Pengintimidasi Saksi Pembunuhan di Subang

Polda Jabar Bakal Telusuri Oknum Polisi Pengintimidasi Saksi Pembunuhan di Subang

Bandung
Majalaya Waterpark di Bandung: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Majalaya Waterpark di Bandung: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Bandung
Dianggap Tak Sesuai Harapan, Car Free Day Gedung Sate Dievaluasi

Dianggap Tak Sesuai Harapan, Car Free Day Gedung Sate Dievaluasi

Bandung
Pulang Antar Ikan dari Pasar, Dua Pelajar Tiba-tiba Dihentikan Penembak Misterius di Bandung

Pulang Antar Ikan dari Pasar, Dua Pelajar Tiba-tiba Dihentikan Penembak Misterius di Bandung

Bandung
OTK Lepaskan 4 Tembakan di Bandung, Pelaku Diduga Pakai 'Airsoft Gun'

OTK Lepaskan 4 Tembakan di Bandung, Pelaku Diduga Pakai "Airsoft Gun"

Bandung
Petani Tertimbun Longsor di Bandung Barat Belum Ditemukan

Petani Tertimbun Longsor di Bandung Barat Belum Ditemukan

Bandung
Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Sedang

Bandung
Pergerakan Tanah di Cianjur, Puluhan Rumah Rusak, Sekampung Diungsikan

Pergerakan Tanah di Cianjur, Puluhan Rumah Rusak, Sekampung Diungsikan

Bandung
Polisi Buru Penembak Misterius di Bandung, Warga Dengar 4 Kali Tembakan

Polisi Buru Penembak Misterius di Bandung, Warga Dengar 4 Kali Tembakan

Bandung
Nostalgia Bandung Tempo Dulu, Bey Sambut Baik Braga Bebas Kendaraan

Nostalgia Bandung Tempo Dulu, Bey Sambut Baik Braga Bebas Kendaraan

Bandung
Ronal Surapradja Daftar Jadi Calon Wali Kota Bandung ke PDI-P

Ronal Surapradja Daftar Jadi Calon Wali Kota Bandung ke PDI-P

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com