GARUT, KOMPAS.com – Sejak Jumat (22/07/2022) hingga Minggu (24/07/2022), ratusan penerbang layangan dari berbagai daerah di Jawa Barat, Jakarta, dan Tangerang berkumpul di Garut.
Para penerbang layangan yang berasal dari berbagai komunitas ini berkumpul untuk mengadu ketangkasan bermain layangan dalam ajang Festival Layangan Perlaga Cup 2022.
Masing-masing komunitas mengenakan seragam dan pada layangan yang diterbangkan ada nama komunitas masing-masing.
Kegiatan festival layangan ini memang sengaja digelar di Garut yang dianggap sebagai surganya para penerbang layangan. Hamparan sawah yang luas menjadikan kawasan ini menjadi tempat mengadu layangan tanpa ganguan.
“Hampir setengah pemain layangan di Indonesia, ada di Garut. Jadi Garut itu barometer layangan di Indonesia,” klaim Dani, perwakilan Persatuan Layangan Garut, panitia penyelenggara kegiatan ini.
Layangan yang dimainkan dalam festival, bukan layangan berukuran kecil yang biasa dimainkan anak-anak.
Ada dua kelas layangan yang dimainkan dalam festival ini yaitu layangan ukuran 105-115 cm dan layangan berukuran 150-165 cm yang biasa disebut layangan bomber.
Dani mengatakan, sebelum mengikuti festival, biasanya komunitas mengadu layangannya secara rutin seminggu tiga kali.
Setiap kali bermain layangan, tiap pemain merogoh kocek yang lumayan untuk membeli atau membuat layangan.
“Satu layangan bisa sampai Rp 75 ribu, untuk beli layangan, gelasan dan lainnya," kata Dani.
Para pemain layangan tak hanya bersilaturahmi di ajang Festival Layangan Perlaga Cup 2022, mereka juga mendapat sosialisasi terkait bahaya bermain layangan bagi jaringan listrik.
Sosialisasi tersebut menggandeng pihak PLN untuk menjelaskan dampak yang bisa timbul dari pemain layangan yang menggunakan benang kawat yang kerap menyebabkan layangan putus.
“Makanya kalau kita ada tim sweeping di daerah tempat layangan putus untuk memastikan tidak ada yang membandang pakai benang kawat,” katanya.
Basuki Eko, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Garut yang membuka festival layangan tersebut mengakui, saat ini sedikitnya ada 3.000 penerbang layangan yang sudah terdaftar dalam komunitas layangan di Garut.
Mereka semua tergabung dalam Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (Kormi) di bawah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
“Karena olahraga itu tidak hanya prestasi, tapi juga rekreasi,” kata Eko.
Eko mengakui, jumlah penerbang layangan di Garut merupakan yang paling banyak dibanding daerah lain di Indonesia. Karenanya, ada potensi ekonomi yang cukup besar dari olahraga layangan ini.
Soal pembinaan, Eko mengakui, layangan memang memiliki risiko tinggi terhadap munculnya gangguan jaringan listrik hingga kepada cabang olahraga lain.
“Misalnya saya, saya suka main paralayang, yang paling ditakutkan itu adalah layangan,” katanya.
Karenanya, upaya pembinaan sangat perlu dilakukan agar layangan tidak sampai menimbulkan resiko bagi jaringan listrik dan juga cabang olahraga lainnya.
Mengingat layangan memiliki potensi besar, Eko pun merencanakan tahun depan dalam ajang Pekan Olahraga Masyarakat Indonesia (Kormi), Kabupaten Garut akan mengajukan diri menjadi tuan rumah untuk cabang olahraga layangan.
“Karena jumlah penerbang layangan terbanyak di Garut,”katanya.
Soal adanya potensi gangguan pada jaringan listrik, hal ini dibenarkan oleh PT PLN Unit Layanan Transmisi dan Gardu Induk (ULTG) Garut. Maman Nurjaman. Dari data yang dimilikinya, pada tahun 2019 jumlah gangguan pada jaringan transmisi tercatat sebanyak 90 kali.
Namun, setelah pihaknya bekerjasama dengan komunitas layangan di Garut dan juga jajaran Forkopimda Kabupaten Garut, jumlah gangguan jaringan listrik terus mengalami penurunan.
“Tahun 2020, angka gangguan ada 76 kali, 56 diantaranya karena layangan, penurunan drastis terjadi tahun 2021 hanya terjadi 19 kali dan di tahun 2022 ini, gangguan sudah dua kali terjadi,” katanya.
Baca juga: Saat Anies Menang Adu Layangan dengan Juara Dunia Koh Akiat
Menurut Maman, gangguan listrik akibat penggunaan kabel pada layangan, biasanya sering terjadi pada musim kemarau. Karena, aktivitas bermain layangan pada musim kemarau terbilang tinggi.
Pihaknya pun memanfaatkan acara-acara komunitas layangan untuk mensosialisasikan aturan larangan bermain layangan menggunakan benang kawat yang telah diatur dalam Perda Nomor 18 tahun 2017 poin H dan I.
Menurut Maman, dari data yang dimilikinya, sedikitnya ada 400 lebih lokasi yang biasanya dijadikan tempat para pecinta layangan menerbangkan layangannya.
Tempat-tempat yang memiliki resiko tinggi ini, ditetapkan sebagai zona merah gangguan yang berada di Kecamatan Samarang, Bayongbong, Tarogong Kidul, Tarogong Kaler, Garut Kota dan Cilawu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.