"Kalau menembak babi hutan yang dianggap hama di ladang dan sawah kita tidak bisa tegur. Tapi jika menembak satwa didalam hutan, sudah merupakan tinda pidana," kata Solihin.
Padahal, kata dia, praktik menyimpan senapan angin dan senjata api rakitan ini melanggar undang-undang. Yakni bisa dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan sanksi pidananya berat.
Dalam Peraturan Kapolri pun, senapan angin tidak boleh digunakan untuk berburu satwa, dan masuk dalam golongan senjata api.
Atas temuan ini, Solihin mengaku akan segera kembali melakukan sosialisasi tentang larangan berburu di kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana.
Sebab, menurutnya, jika satwa-satwa terus diburu, terutama pakan alami macan tutul berkurang, dikhawatirkan akan menimbulkan konflik macan tutul dengan warga.
Seperti diketahui, dua tahun belakangan, beberapa kejadian macan tutul keluar hutan dan menyerang ternak warga di Desa Sinapel, kawasan yang dekat dengan Gunung Sulah.
“Kita akan tindaklanjuti temuan ini, dan sudah kita laporkan ke Polhut dari BBKSDA SKW IV, dan untuk peredaran senjata api rakitan akan kita laporkan ke Polsek, supaya ditertibkan," kata Solihin.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang