"Sekarang mah tinggal sedihnya, dari koperasi baru ngasih bantuan DKT sebesar Rp 10 juta. Saya prihatin karena saya masih punya hutang ke koperasi," jelasnya.
Kendati badai PMK sudah dilalui, dan kini keadaan berangsur normal. pukulan keras PMK untuk peternak sapi perah adalah anjloknya produksi susu.
Menurutnya, kala normal produksi susu untuk KPBS Pangalengan bisa mencapai 100 ton dalam sehari. Berbeda saat PMK, produksinya bisa anjlok 30-50 persen.
Dulu, sapi-sapi di Desa Wanasuka, bisa menghasilkan 30 liter susu dalam sehari, dengan dua kali perahan pagi dan sore.
"Sekarang, jadi hanya 6-8 liter saja. Ya kalau dibilang putus asa ya sudah putus asa, tapi kan harus terus bergerak," kata dia.
Tak hanya itu, ada pula sapi yang dulunya mampu mereproduksi 15 liter susu per hari. Semenjak sakit, seekor sapinya bahkan tak mampu memproduksi susu sama sekali.
Lebih mengenaskan lagi, lanjut Abah Mamad, ada salah seekor sapi milik jajaran pemerintahan setempat yang hanya mampu memproduksi 2 gelas susu dalam sehari.
Meski tidak semua kondisi kekeringan pasca-PMK ini dirasakan para peternak Desa Wanasuka, namun penurunan drastis menjadi persoalan terbaru usai PMK.
Secara fisik, sapi-sapi yang tersisa sudah cukup sehat, akan tetapi para peternak masih belum mengetahui mengapa produktivitasnya bisa menurun drastis.
"Sampai sekarang masih belum ditemukan apa persoalannya, apakah sapinya stres, atau memang seperti ini setelah sakit," paparnya.
Bagi mereka, ketika sapi mati dan perahan susu menjadi kerontang, maka yang terancam adalah kehidupan mereka.
Abah Mamad mengaku, saat ini ia hanya mengandalkan pemberian dari sang anak. Pasalnya satu ekor sapi yang selamat dari wabah PMK masih berstatus pedet (anak sapi perah).
"Sekarang saya bersandar dari anak, terus terang saya gak ada pemasukan apa-apa, menurun drastis," ungkapnya.
Uluran tangan pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung menjadi solusi konkret mengatasi persoalan yang saat ini dihadapi peternak.
"Belum ada respons apa pun dari pemerintah terkait bantuan untuk peternak. Baru pengambilan persyaratan sudah di bulan Agustus, sudah 28 orang, tapi sampai sekarang belum ada tuh bantuan," tutur dia.
Kini lelaki tua renta itu hanya memiliki satu ekor sapi, usianya masih belum bisa menghasilkan susu dengan kuantitas dan kualitas terbaik.
Kendati bala bantuan masih belum ada, sekali lagi, menyerah bukan pilihan baginya. Ia mesti kembali harus memperlakukan satu-satunya sapi yang selamat layaknya anak.
Usia senja harus dikesampingkan terlebih dahulu. Entah sampai kapan Abah Mamad harus terus menyulam kehidupannya di kandang.
Bersama keluarga kecilnya, ia tak berhenti berharap semoga ada solusi dari pemangku kebijakan, bagi mereka yang menyandarkan hidup pada hasil susu perahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.