Uu menjelaskan, saat ini Majelis Masyayikh yang dibentuk oleh Menteri Agama Gus Yaqut tengah menyusun kriteria pesantren.
Selain Undang-Undang, ataupun syarat yang lainnya, Majelis Masyayikh juga mengusulkan Sanad (sandaran atau tempat bersandar atau jalan yang menyampaikan kepada jalan hadits) dari seorang kiai atau ajengan yang memimpin dan mengelola pondok pesantren.
"Misalnya Ajengan A itu dulu gurunya siapa dan belajarnya di mana. Kalau gurunya tidak langsung Ittishal al-sanad ( para perawi yang terdapat dalam suatu sanad menerima langsung hadis tersebut dari perawi sebelumnya, begitu seterusnya hingga akhir sanad) kepada Walisongo, Majelis Masyayikh itu tidak bisa menyebutkan itu pesantren. Seperti itu yang diterima oleh saya," katanya.
Selain menghindari adanya kekerasan seksual di lingkungan Pondok Pesantren, langkah yang dilakukan oleh Majelis Masyayikh, kata Uu, juga bermanfaat untuk membedakan Pesantren yang hanya berorientasi pada Nirlaba.
Baca juga: Guru Mengaji Cabuli Santri, Bagaimana agar Korban Tak Jadi Pelaku?
Menurutnya, tak sedikit orang yang mengaku ulama namun tidak mencapai ilmunya, atau tidak memperlihatkan ciri sebagai ulama.
Begitu juga dengan pesantren. Banyak orang yang membangun pesantren hanya untuk memperkaya diri.
"Karena banyak mengatasnamakan apa terus bikin pesantren dengan harga yang mahal dan yang lainnya, padahal kalau bikin pesantren itu tujuannya bukan itu, pesantren itu untuk mencetak seseorang yang terdidik secara akademik dan agama, bukan mencari duit, dan kami akan menindaklanjuti hal itu dengan Majelis Masyayikh agar hal serupa tidak terjadi," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.