Sisingan ini dibuat sangat sederhana. Bagian muka dan kepala singa dibuat dari kayu ringan, seperti kayu randu atau albasiah.
Rambut Sisingaan terbuat dari bunga atau daun kaso dan daun pinus. Kemudian, badan Sisingaan terbuat dari carangka (kerajinan anyaman bambu) yang ditutupi dengan karung goni.
Carangka juga dapat dibuat dari kayu yang masih utuh atau kayu gelondongan.
Sedangkan, usungan terbuat dari bambu yang dipukul oleh empat orang.
Pertunjukan Sisingaan dimulai dari tabuhan musik yang dinamis.
Penari pengusung Sisingaan akan mulai permainan dengan gerakan antara lain, pasang kuda-kuda, bangkaret, ancang-ancng, gugulingan, sepakan dua, langkah mundur, kael, mincid, ewag, jeblag, putar taktak, gendong singa, nanggeuy singa, angkat jungjung, ngolecer, lambang, pasagi tilu, melak cau, ninjak rancatan, dan kakapalan.
Sisingaan akan terus mengelilingi kampung, desa, atau jalan kota, sampai tiba pada tempat semula.
Baca juga: Unik, Satu TPS di Karawang Bertema Sisingaan
Pada perkembangannya, musik pengiring lebih dinamis dan melahirkan musik genjring bonyok dan juga tardug.
Kesenian Sisingaan ini terdiri dari delapan orang pengusung, sepasang patung sisingaan, waditra (alat musik), nayaga (para penabuh gamelan), dan sinden atau juru kawih.
Masing-masing patung Sisingaan akan diusung oleh empat orang dengan satu penunggang.
Pemain Sisingaan memerlukan ketrampilan khusus karena permainan bersifat kolektif.
Tujuannya agar permainan dengan mengusung patung singa dapat selaras antara musik dan tari.
Masing-masing peserta dalam kesenian Sisingaan ini memiliki makna, seperti empat orang pengusung menggambarkan masyarakat pribumi yang ditindas penjajah.
Sepasang patung singa melambangkan dua penjajah (Belanda dan Inggris). Kemudian, penunggang Sisingaan melambangkan generasi muda yang mampu mengusir penjajah.
Nayaga melambangkan masyarakat yang gembira atau masyarakat Subang yang berjuang memotivasi generasi muda.