Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Korban Keracunan Cikbul di Tasikmalaya Bantah Saluran Cerna Anaknya Berlubang

Kompas.com, 9 Januari 2023, 14:47 WIB
Irwan Nugraha,
Reni Susanti

Tim Redaksi

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - IR (13), salah satu dari 7 siswa SD di Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pernah menjadi korban bergejala keracunan jajanan chiki ngebul (cikbul) pada 15 November 2022. Hingga kini kondisinya sehat.

Pelajar ini menjadi yang terparah dari 7 korban bergejala akibat keracunan saat itu karena sampai muntah-muntah dan pusing.

Korban pun sempat dibawa ke RSUD SMC Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya untuk perawatan lebih lanjut usai observasi tim medis Puskesmas.

Baca juga: Pj Wali Kota Tasikmalaya Fokus Tangani Sampah, Jalin Kerja Sama dengan Peternak Maggot

Korban pun sudah dinyatakan tim medis dalam kondisi sehat dan bisa pulang berselang perawatan selama 4 jam di rumah sakit saat itu.

"Alhamdulilah, sejak kejadian itu sampai sekarang anak saya sehat dan tak bergejala apapun. Apalagi dikatain ususnya bolong-bolong dan butuh operasi itu tidak benar. Saat itu dirawat di rumah sakit juga tidak diapa-apain dan 4 jam langsung pulang ke rumah saat itu," jelas Ibu kandung IR, Wiwin (30) kepada wartawan di rumahnya, Senin (9/1/2023).

Wiwin menambahkan, saat kejadian memang hanya anaknya yang mengosumsi jajanan cikbul itu dengan airnya. 

Sehingga, anaknya saat itu paling parah mengalami keracunan dengan gejala muntah dan pusing. Sementara, 6 rekan-rekannya hanya mengalami pusing. 

"Setelah anak saya dikasih obat di Puskesmas saat itu langsung baikan dan sehat lagi. Tapi, memang anak saya sempat dilarikan ke rumah sakit. Sampai sekarang sehat saja tidak ada gejala apa-apa," ujar dia.

Pihak keluarga berharap, selama ini tak ada yang memberikan informasi atau berita tidak benar terkait kondisi anaknya usai tragedi keracunan.

Pasalnya, anaknya selama ini masih berusia 13 tahun dan masih duduk di bangku SD kelas VI.

"Saya mohon dari keluarga jangan diberitain macam-macam anak saya. Apalagi usus bolong dan butuh operasi usai kejadian 2 bulan lalu, padahal enggak. Kasihan lah anak saya, apalagi masih sekolah, saya mohon lebih dewasa lah yang membuat pernyataan di media terkait anak saya," pungkasnya.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, membantah sebanyak 24 anak di wilayahnya keracunan jajanan ciki ngebul (cikbul) atau mengandung nitrogen sampai rusak usus atau bolong-bolong.

Kejadian keracunan cikbul pernah terjadi di Desa Ciawang Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya menimpa 7 korban  bergejala dan 16 korban tak bergajala apapun pada 15 November 2022 lalu.

Seluruh korban yang bergejala dan tak bergejala saat itu sudah sehat sejak 2 bulan lalu dan tak ada korban berumur 4 tahun yang membutuhkan operasi selama ini.

Ketujuh korban bergejala berselang sehari usai kejadian sudah sembuh kembali kala itu dan sampai saat ini kondisinya sehat serta melakukan aktifitasnya sebagai pelajar seperti biasanya, Senin (9/1/2023).

Semenjak itu sampai awal Januari 2023 tak pernah ada lagi kejadian keracunan cikbul di Kabupaten Tasikmalaya, karena Dinkes, BPOM dan instansi terkait terus menyosialisasikan ke para pedagang rumahan supaya tak menjajakan jajanan serupa karena mengandung zat berbahaya.

"Saya baru tahu informasi ini, gak benar (24 anak jadi korban cikbul rusak usus). Korban dulu yang tercatat 16 korban pelajar tak bergejala, 7 orang pelajar bergejala," jelas Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan, Pelayanan Kesehatan dan Tempat Usaha Dinkes Tasikmalaya, Dokter Reti Zia Dewi Kurnia.  

Keenam korban hanya pusing dan 1 orang sempat muntah-muntah hingga dilarikan ke rumah sakit. 

Reti menegaskan, adanya informasi bahwa ada korban umur 4 tahun yang kondisinya parah serta butuh tindakan operasi tidak benar.

Soalnya, saat hari kejadian pihak rumah sakit sudah menyatakan seluruh korban bergejala 7 orang sudah sembuh dan pulang ke rumahnya masing-masing saat itu juga.

"Tidak benar, kalau ada korban keracunan cikbul saat itu harus ada yang butuh operasi. Tidak benar juga kalau para korban keracunan cikbul seperti informasi yang beredar sekarang ususnya bolong-bolong dan rusak. Semuanya sudah sembuh saat itu juga," tambah Reti.

Selama ini ramai diberitakan sesuai dengan pernyataan Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Jawa Barat, Ryan Bayusantika Rustandi, menyebut 24 anak jadi korban jajanan cikbul di Kabupaten Tasikmalaya.

Akibat kejadian itu Korban Ciki Ngebul atau Chikbul ada yang mengalami perforasi atau adanya lubang di saluran cerna sehingga membutuhkan operasi.

"(Korban) yang berusia 4 tahun ini meminum sisa nitrogen cairnya," kata Ryan Bayusantika, Minggu (8/1/2023). 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau