Dedy mengaku sempat tak yakin jika anaknya bisa lolos menjadi anggota Polri. Alasannya, penghasilannya yang pas-pasan dan adanya isu biaya menjadi polisi yang mahal semakin membuatnya semakin pesimis.
"Penghasilan saya hanya Rp 125 ribu, kadang sambil jualan. Kalau waktu jadi kuli kadang borongan, kadang juga di suruh sama tetangga benerin fasilitas rumahnya yang rusak, kalau borongan, saya biasa jadi tukang tembok," ungkapnya.
Namun, keraguan Dedy buyar seketika saat Zadani mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksi polisi di tahun 2022.
Kala itu, lanjut Dedy, anaknya masih duduk di kelas 3 SMK 2 Baleendah. Dedy mengungkapkan di usianya yang masih belia, Zidan sudah disibukkan dengan berbagai kegiatan latihan.
Sambil menyelesaikan ujian akhir, Zidan, panggilan akrab Zadani, juga mengikuti seleksi calon bintara di Polresta Bandung.
Beruntung, kala itu, pihak sekolah memberikan izin untuk Zidan. Ia diberikan waktu ujian secara mandiri di luar waktu siswa yang lain.
"Ini seleksi yang kedua. Pertamanya tahun 2022. Posisinya masih sekolah, sedang ujian akhir. Tapi karena ada perekrutan, dia ngikutin. Jadi daftar juga, sekolah juga masih jalan. Pas ujian juga bareng sama ujian akhir sekolah. Sempat dapet kompensasi dari pihak sekolah. Soalnya dia lagi tes di sana, jadi dia punya jam sendiri tes soalnya," kata Dedy.
Sejak pertama kali mendaftarkan diri, kata dia, Zidan sudah sering melatih ketahanan tubuhnya, mulai dari olahraga lari, berenang, hingga full up dan sit up.
"Kalau sudah lari, mau pagi atau sore pasti dia jalani, warga sini mah sudah tahu aktifitas anak saya," jelasnya.
Sayang di tahun itu, keinginan Zidan mesti tertunda. Ia dinyatakan tidak lolos saat menjalani test fisik tahap kedua.
"Iya waktu itu dia enggak lolos, sedih rasanya, satu saya enggak bisa memfasilitasi, dua dengar dia enggak lolos jadi campur aduk rasanya," kata Dedy.