"Contoh ketika bencana datang, partai hadir, ada pendidikan politik memberikan advokasi. Nah, kampanye pelayanan seperti ini belum banyak dilakukan di Indonesia," tuturnya.
"Jadi saya merekomendasikan partai tidak memaksakan membuat lagu, meskipun biasanya lagu bagian dari instrumen jati diri partai. Tapi mengandalkan mendulang suara melalui lagu menurut saya efektivitasnya rendah," tambah Karim.
Namun, dalam lingkup simbol, selain lambang, bendera, dan pakaian, lagu bisa menjadi alternatif penting dalam mempopulerkan partai.
Sebab, lagu melibatkan dan menyentuh emosi pendengar secara tidak langsung dan lebih mudah diterima.
Masyarakat lebih gampang mengingat lirik dan nada daripada lambang partai dan warna bajunya.
"Jadi dalam konteks branding penting karena akan meningkatkan popularitas. Tapi branding itu ditentukan oleh nilai yang dilekatkan publik kepada mereka. Untuk membangun nilai kepercayaan, kemanfaatan itu tidak bisa searah dibangun oleh lagu, tapi lewat ruang dialog. Sehingga publik bisa menyampaikan apa yang mereka mau," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.