Hal serupa juga disampaikan oleh, anggota DPRD Komis IV Provinsi Jawa Barat Deddy Rohi dari Partai Gerindra Daddy Rohanady. Ia membenarkan jika PMA Jawa Barat menjadi yang tertinggi di Nasional.
Namun, kata Daddy, hal tersebut tidak berkolerasi dengan tingkat pengangguran terbuka Jawa Barat yang masih menginjak angka 8,31 persen atau setara 4 juta orang.
Nilai PMA Rp 175 Triliun, kata Daddy, mestinya bisa membuka 1 juta lapangan pekerjaan baru di Jawa Barat.
"Asumsinya, ketika ada Rp 1 Triliun PMA masuk awalnya akan mengasumsi 1 juta lapangan kerja, kalau dengan angka Rp 175 Triliun logikanya berapa banyak lapang kerja yang terbuka dan tersedia," terangnya.
Asumsi tersebut, lanjut dia, masih belum bisa terpatahkan. Pasalnya, PMA yang diserap Jawa Barat itu hanya Padat Modal bukan Padat Karya.
Baca juga: 5 Tahun Kepemimpinan Ridwan Kamil, Kemiskinan di Jabar ibarat Menutup Jurang, tetapi Tak Rata
Apabila, PMA tersebut merupakan Padat Karya, sambung dia, secara otomatis angka 4 juta pengangguran di Jawa Barat tersebut bakal tereduksi dengan masuknya PMA Rp 175 Triliun.
"De Facto tidak begitu, kita masih 8,31 persen. Jadi baiknya menarik Investasi itu yang Padat Modal dan Padat Karya, padahal kita membutuhkan investasi yang padat Karya sehingga serapan tenaga kerja jauh lebih banyak," tuturnya.
Daddy mengatakan data empiris tentang penyerapan PMA tersebut memang nyata, hanya saja perlu dikorelasikan dengan kebutuhannya.
"Dan memang harus diakui secara Nasional kita PMA kita juara, secara empiris data itu diterima tapi empiris itu tidak berkolerasi dengan kebutuhan serapan tenaga kerja atau keterbukaan lapangan pekerjaan," terang dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.