Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Pemilu Sebelumnya, Prabowo: Satu Lawan Terlalu Banyak

Kompas.com, 17 Desember 2023, 12:32 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto menyampaikan pidato tentang keberhasilan pemimpin terdahulu hingga perkembangan demokrasi di Indonesia.

Sebaliknya, kata Prabowo, saat ini banyak orang pintar bicara tapi belum tentu bisa bekerja untuk rakyat.

"Kita tau banyak orang pintar, ada yang pinter ngomong, ada yang pinter ngeluh, macam-macam pinternya itu, tapi belum tentu bisa kerja untuk rakyat Indonesia." 

Hal itu disampaikan Pranowo di depan pendukungnya saat kampanye konsolidasi relawan di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/12/2023).

Baca juga: Gerindra Kaget Video Prabowo Sebut Ndasmu Etik di Acara Internal Menyebar, Sebut Hanya Candaan

Prabowo mengaku, banyak belajar dari pengalaman-pengalaman Pemilu sebelumnya. Dia menyebut, ada satu dalil yang sangat penting dan harus dipelajari sejak dari muda.

"Dalil itu berbunyi, seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak. Artinya apa, pemimpin-pemimpin Indonesia. Seluruh lapisan sampai dengan relawan, kita harus bekerja keras untuk mencari kawan, bukan mencari musuh," ucap Prabowo.

Menurut Menteri Pertahanan (Menhan) ini, mencari musuh membuat orang tidak suka itu gampang, tetapi mencari kawan sangatlah sulit.

Baca juga: Prabowo: Saking Hebatnya, Ada Pihak Lain Ngaku Punya Program Makan Siang dan Susu Gratis

Karena itu, Prabowo mengaku kagum dengan kepemimpin kenegarawanan pemimpin saat ini yakni Presiden Joko Widodo.

"Pak Jokowi walaupun menang tetapi tetap mengajak yang dikalahkan untuk bersatu. Ini kenegarawanan, leadership, kepemimpinan, ini sulit dalam sejarah politik negara-negara," ujarnya.

Usai dilantik menjadi menteri di pemerintahan Jokowi, Prabowo menyebut dirinya langsung keliling ke luar negeri.

"Pemimpin-pemimpin di luar negeri bingung dan nanya ke saya. Gimana kamu, punya lawan 10 tahun, kok bisa mau bergabung?" cerita Prabowo.

"Ya saya jawab, begitulah di Indonesia, kita punya sifat kekeluargaan. Kita semua bersaudara. Walaupun suku, agama, bahasa berbeda, tetapi hati kita bersaudara, kita bisa hidup bersama," sambungnya.

Prabowo mengatakan, sudah menjadi takdir hidup di Nusantara sebagai satu bangsa, satu keluarga besar, satu nusa, dan satu bahasa. Inilah Indonesia.

Karena itu, demi rakyat, demi masa depan bangsa sudah seharusnya semua pemimpin politik punya rasa tanggung jawab dalam menjaga kerukunan dan persatuan.

"Menjaga suasana yang baik, saling menghormati, saling memberi ruangan dan menjaga agar kita tidak menyakiti hati orang lain," bebernya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau