"Student loans di luar negeri memang diadaptasi, tapi pengembaliannya panjang, tidak 12 bulan... bahkan ada sampai 10 tahun kerja."
"Ini tenornya tidak manusiawi dan bunganya besar. Padahal ini kan untuk pendidikan."
Kini, dia hanya berharap ada orang yang berbaik hati bersedia meminjamkan uang dan sebagai gantinya ia siap mengganti dengan ketentuan yang disepakati bersama.
Baca juga: Kata OJK soal ITB Sediakan Layanan Mencicil Uang Kuliah dengan Pinjol
Kabar ini bermula dari sebuah postingan akun X, bernama @ITBfess, yang mencuitkan: “Anjaaaay, disuruh pinjol sama itb! Kami segenap civitas akademik ITB mengucapkan "SELAMAT MEMBAYAR CICILAN BESERTA BUNGANYA"
Selain itu @ITBfess juga mengkritik kerja sama itu karena memberatkan mahasiswa, “bajigurr, solusi yang ditawarin itb! , gede lagi anjir bunganya”
Dilansir dari situs Danacita, setiap pinjaman untuk cicilan 12 bulan dikenakan biaya bulanan platform 1,75% dan biaya persetujuan 3%. Kemudian, cicilan enam bulan dikenakan biaya bulanan platform 1,6% dan biaya persetujuan 3%.
Artinya, jika meminjam Rp15 juta, maka estimasi total pengembalian selama enam bulan sebesar Rp16.890.000, sedangkan 12 bulan menjadi Rp18.600.000, dan 18 bulan yaitu Rp20.310.012, serta 24 bulan sebesar Rp22.650.000.
Baca juga: Belum Bisa Bayar UKT, Mahasiswa ITB Bisa Ajukan Cuti Akademik Gratis
Selain ITB, Danacita juga berkerja sama dengan banyak universitas baik swasta maupun negeri, serta lembaga kursus lainnya.
Danacita merupakan platform dengan solusi pendanaan bagi pelajar, mahasiswa, maupun tenaga profesional untuk menempuh studi di lembaga pendidikan tinggi dan program kejuruan.
“Kami bertujuan untuk memberikan akses pendidikan untuk semua dengan menghadirkan pendanaan pendidikan terjangkau bagi para pelajar, mahasiswa, maupun tenaga profesional yang ingin meningkatkan kapasitas diri,” tulis dalam situsnya, menyebut telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), anggota dari AFPI, dan PSE terdaftar di Kominfo.
Baca juga: ITB Disebut Beri Layanan Mencicil Uang Kuliah Pakai Pinjol, Ini Penjelasan Pihak Kampus
Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) ITB, Yogi Syahputra mengatakan, munculnya skema pinjol berakar dari kebijakan ITB yang dia sebut “tidak berprikemanusiaan”, yaitu memaksa mahasiswa yang tidak mampu bayar terancam cuti kuliah.
Yogi mengatakan, kini banyak mahasiswa yang tidak bisa memilih mata kuliah untuk semester berikutnya karena memiliki tunggakan di semester sebelumnya.
“ITB memaksa cuti teman-teman yang masih memiliki tunggakan dan tidak bisa membayar UKT-nya, bahkan beberapa teman-teman kita ada yang tunggakannya sampai Rp50 juta, sampai Rp100 juta yang bahkan gaji orang tuanya itu cuma UMR,” kata Yogi.
Di tengah tunggakan itu, kata Yogi, ITB lalu menawarkan opsi kepada mahasiswa untuk melakukan pinjol.
Baca juga: ITB Sediakan Cicilan dan Keringanan UKT bagi Mahasiswa
Alih-alih memberi manfaat, kata Yogi, skema pinjol itu malah memberikan bunga yang sangat besar dan memberatkan mahasiswa.
“Ini sampai 20%. ITB ini kan lembaga pendidikan, bukan lembaga keuangan, kok tega sih memperlakukan mahasiswanya kayak gini,” katanya.
Untuk itu, kata Yogi, KM ITB menolak segala bentuk komersialisasi dari mekanisme pembayaran UKT yang ada di ITB.
“Prioritas ITB seharusnya adalah pada membantu mahasiswanya dengan ragam mekanisme yang meringankan, bukan malah mencari keuntungan dengan bekerja sama dengan lembaga pinjaman online berbunga,” katanya.
Undang-Undang tersebut, kata Ubaid, telah mengubah status perguruan tinggi negeri sebagai badan hukum publik yang otonom atau disebut Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH).
Yang artinya kampus diberikan hak penuh untuk melakukan komersialisasi dalam mengelola keuangan.
"Jadi apa saja kegiatan yang berpotensi menghasilan profit, diperbolehkan, termasuk menarik uang per semester dengan jumlah berapa juga boleh..." ujar Ubaid Matraji kepada BBC News Indonesia, Jumat (26/12).
Baca juga: Disebut Punya Program Bantuan Pelunasan Utang Pinjol, OJK: Informasi Hoaks
Tapi dengan lahirnya UU Pendidikan Tinggi telah menggeser arah pendidikan di Indonesia ke privatisasi dan komersialisasi, jelas Ubaid.
Imbasnya, kata Ubaid, mahasiswa yang kurang dan tidak mampu mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan tinggi lantaran besarnya uang kuliah yang ditetapkan pihak kampus.
Salah satu contoh kasus dari buruknya sistem PTNBH, sambungnya, terjadi pada awal Januari 2023.
Kala itu, seorang mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta yang tidak mampu membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), terpaksa cuti kuliah untuk bekerja demi membayar UKT semester. Namun di pertengahan jalan, mahasiswa itu sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Kasus lainnya, kata dia, banyak mahasiswa yang telah lulus kuliah tak bisa mengambil ijazah karena ditahan pihak kampus lantaran belum melunasi tunggakan UKT.
Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan Pengguna jika Pinjol Tutup?
"Jadi kita harus menyadari dari pendidikan yang menuju komersialisasi ini akan ada banyak anak-anak bangsa yang tidak mampu untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, itu pasti."