Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kehidupan Petani di Tasikmalaya yang Jauh dari Sejahtera

Kompas.com, 4 Maret 2024, 20:03 WIB
Irwan Nugraha,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Selama ini, lanjut Nurahmah, suaminya mendapatkan hasil pertanian dengan sistem pembagian 'nengah' atau bagi hasil 50:50 antara suaminya dan pemilik lahan. 

Misalkan, sawah yang digarap suaminya 100 bata atau 1.400 meter persegi menghasilkan 10 sampai 15 kuintal gabah padi basah saat panen normal, akan dapat 5 atau 7,5 kuintal padi saat masa panen nantinya. 

"Biasanya, kami menjual hasil gabah padi setengahnya yang didapat hasil tani untuk dijadikan uang. Itu untuk hidup sampai empat bulan sesuai masa tanam ke panen. Setengahnya lagi diproses jadi beras untuk makan," tambahnya. 

Baca juga: Hujan Tak Menentu, Petani Padi di Sikka Terancam Gagal Panen

Namun, hasil uang dari hasil tanamnya yang mulus tanpa ada gangguan seperti itu tak bisa menutupi biaya hidup keluarganya selama ini. 

Misalkan, dari penjualan 3 kuintal gabah padi saat masa tanam sampai panen normal bisa dapat uang Rp 2.4 juta dengan harga padi misal Rp 8.000 per kilogramnya. 

Jumlah itu dipakai untuk kehidupan 4 bulan kalau masa tanam normal, jadi sebulan paling Rp 600-700 ribu penghasilan per bulannya. 

"Kalau ditotal ke penghasilan per bulan paling Rp 700 ribuan lah pak. Itu kalau masa tanam sampai panen normal ya. Tapi, kalau kayak kemarin kemarau, ya tidak dapat sama sekali, karena gagal tanam," ungkapnya. 

Ancaman alih fungsi lahan

Hal sama diungkapkan Neni (53), petani yang menggarap sawah miliknya sendiri dengan luas 60 bata atau 840 meter persegi bersama suaminya. 

Neni mengaku selama ini hanya mengandalkan penghasilan padi sawahnya untuk membiayai kehidupan keluarganya. 

Selama ini, Neni dan suaminya merupakan salah satu keluarga yang mempertahankan lahan sawahnya dalam gempuran alih fungsi lahan jadi perumahan di wilayah perkotaan. 

"Kalau sawah punya tetangga sudah berubah jadi rumah atau perumahan. Cuma saya yang tak jual sawah dari dulu. Meski cuma sedikit lahannya, ternyata sangat bermanfaat sekali bagi keberlangsungan hidup keluarga. Terbayang kalau punya sawahnya luas. Udah aman kerja sebagai petani saja," ungkap Neni di lokasi pesawahan Kawalu, Kota Tasikmalaya

Baca juga: Kisah Petani Padi di Sumbawa Semakin Terhimpit Mahalnya Biaya Produksi

Neni mengakui kalau ketiga anaknya yang sudah dewasa saat ini sangat tak tertarik menjadi petani. 

Padahal, kalau lahannya luas, digarap dengan baik sebetulnya enggak perlu kerja juga bisa tercukupi kebutuhan hidup. 

Namun, Neni dan suaminya tak menyangkal kalau anak-anaknya yang sekolah dengan biaya dari hasil petani satu petak sawahnya menginginkan pekerjaan terbaik selain petani. 

"Iya, mungkin gak salah juga sih anak-anak tak ingin jadi petani. Karena kita (orangtua petani) ingin anaknya lebih baik dan jangan asal jadi petani. Rata-rata semua petani seperti saya di Indonesia akan berpikiran sama sebagai orang tua ke anak," ujar Neni. 

Halaman:


Terkini Lainnya
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Bandung
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Bandung
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Bandung
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau