Sejatinya, para petani sepertinya tak mengeluhkan harga pupuk mahal atau murah dan langka sekalipun.
Soalnya, sesuai pengalamannya sebagai petani selama ini tak pernah ada kelangkaan pupuk.
Pupuk bagi para petani diibaratkan nasi bagi manusia, semahal apapun harganya pasti dibeli dan mesti ada karena sudah jadi kebutuhan.
"Pupuk, pupuk itu sebetulnya wajib. Jadi kalau langka enggak pernah, itu permainan untuk mengatur harga saja sebetulnya. Kalau bagi petani, mau murah ataupun mahal, ya harus ada, pasti maksa membeli. Enggak terlalu pengaruh dengan harga pupuk sebetulnya, karena ya harus ada," kata Neni.
Baca juga: Harga Ubi Jalar Naik Jadi Rp 5.500 Per Kilogram di Magetan, Petani: Ini Termahal
Selama ini yang paling dikhawatirkan para petani dimanapun, kata Neni, hanyalah kondisi alam.
Soalnya, saat alam tak mendukung seperti kemarau panjang kemarin menjadi momok menakutkan bagi petani padi karena tak bisa menanam.
"Nah, itu yang disebut pupuk enggak terlalu dominan ke gagalnya tanam. Karena kalau pupuk banyak, murah, tapi alam tak mendukung, ya tak bisa nanam. Makanya, jagalah alam ini dengan baik," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Tasikmalaya, Adang Mulyana, mengaku kalau daerahnya masih memiliki sumber ketahanan masyarakat unggulan, yakni padi.
Setidaknya, 200 hektar sawah di Kota Tasikmalaya kini panen empat kali dalam setahun.
Pola tanam 4 kali panen di lahan sawah sempit wilayah perkotaan ini mampu menambah produksi pangan sampai maksimal 50 persen dalam setahunnya.
Bahkan, Kementerian Pertanian RI saat berkunjung ke Kota Tasikmalaya sempat kaget dengan wilayah perkotaan masih memiliki lahan sawah seluas 3.800 hektar yang masih aktif.
"Dari 3.800 hektar sawah, 200 hektar di antaranya berhasil tanam 4 kali. Itu jadi unggulan produksi pangan di Kota Tasikmalaya," jelas Adang di kantornya, Senin (4/3/2024).
Baca juga: Cerita Petani Gunungkidul Panen di Tengah Harga Beras Melambung
Adang menambahkan, selama ini suplai di pemukiman warga masih sebagian besar mengandalkan beras dari hasil panen sawahnya.
Masyarakat Kota Tasikmalaya tak mengandalkan beras Bulog selama ini seperti di wilayah perkotaan lainnya di Indonesia.
"Kota Tasikmalaya ini meski perkotaan, tapi lahan pertaniannya masih bisa menunjang ketahanan pangan," tambah Adang.
Selain itu, Pemkot Tasikmalaya telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang LP2B atau Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Perda itu nantinya akan melindungi lahan sawah yang potensial supaya tak beralih fungsi mejadi pemukiman atau lainnya.
"Kita atur bagaimana caranya sesuai dengan legalisasi pemerintah lahan sawah tak berubah drastis atau bebas jadi lahan pemukiman. Kita benar-benar jaga itu," ujar Adang.