Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, Simbol Kesetaraan Antar-Sesama

Kompas.com - 12/03/2024, 13:12 WIB
Muhamad Syahri Romdhon,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

 

Ukuran pintu yang kecil itu melambangkan makna yang sangat kuat. Semua orang dari berbagai latar belakang ekonomi, pekerjaan, suku, dan lainnya, semuanya harus menunduk masuk masjid.

"Maknanya, setiap orang harus menunduk, merendahkan diri saat hendak menghadap Sang Pencipta," kata Jumhur, Senin (11/3/2024) petang, usai tradisi dugdag di Bedug Samogiri.

Jumlah pintu sembilan buah ini juga melambangkan sembilan orang wali yang menyiarkan agama Islam di Indonesia.

Penyematan jumlah ini oleh arsitektur sebagai upaya mengabadikan jasa para wali di Tanah Air Indonesia.

Lebih lanjut Jumhur bercerita, Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada sekitar tahun 1480–1500 masehi.

Baca juga: Masjid Agung Sang Cipta Rasa: Sejarah dan Arsitekturnya

Masjid ini dibangun berdasarkan perintah Syekh Syarief Hidayatullah atau yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati Cirebon.

Syarief Hidayatullah meminta bantuan seorang arsitektur ulung di masanya yakni Raden Sepat dari Kerajaan Majapahit.

Selain itu, sejumlah walisanga pun terlibat, antara lain: Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, dan lainnya yang turut membantu mendirikan masjid ini.

Jumhur yang juga sesepuh Keraton Kasepuhan ini juga menyebut, Pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dilakukan hanya dalam waktu yang sangat singkat, yakni satu hari satu malam.

Kemampuan ini dapat dikerjakan karena para wali sudah memiliki banyak pasukan, serta memiliki “kekuatan” tersendiri.

“Masjid ini dibangun oleh para wali dan banyak pasukan saat itu. Konon, pembangunannya dilakukan dalam tempo waktu satu hari satu malam."

"Menurut perkiraan, dibangun pada sekitar 1480 atau 1490 sekian,” tambah Jumhur.

Hebatnya lagi, Jumhur menyebut konstruksi bangunan inti Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini memiliki kekuatan anti gempa.

Pasalnya, pasukan yang membangun kala itu memanfaatkan 90 persen kayu jati yang sangat kokoh.

Batu, kapur, dan juga batu bata merah, hanya sebagian kecil sebagai pelengkap bangunan.

Ada satu tiang yang memiliki makna dan arti sendiri bagi kalangan keraton, yakni saka taltal, yang terbuat dari serpihan serpihan kayu yang dicampurkan dan dijadikan satu.

Saka taltal ini juga sebagai simbol satu satuan umat Islam untuk mempertahankan agamanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com