"Jadi kita bekerja sama nanti dengan petani untuk memanajemen limbah mereka, yang biasanya sekam padi dibakar yang menjadi polusi udara dan ke air, sekarang kami ubah menjadi salah satu produk dengan nilai jual yang dapat menjadi penghasilan lebih untuk petani," kata Sadidan.
Sadidan menambahkan, briket beraroma memiliki keunggulan masa terbakarnya lebih lama, yakni bisa 1 sampai 2 jam dibanding arang yang biasa.
Selain itu, polusinya tidak terlalu banyak ketimbang arang konvensional.
Saat dibakar, briket ini akan mengeluarkan aroma wangi, yakni aroma kayu manis dan aroma kayu putih.
"Kalau sekarang baru kita uji hanya dua aroma, yakni aroma kayu manis dan aroma kayu putih. Dan briket ini juga sudah pernah diuji di Unpad," kata Sadidan.
Field Coordinator Fawzy Muhammad Bayfurqon mengatakan, dari aspek lingkungan, limbah sekam padi kini bisa bernilai ekonomis lantaran disulap menjadi briket.
Di Karawang, sebagai salah satu lumbung padi nasional, di penggilingan padi, sekam padi banyak yang masih dibakar.
Namun, ada juga yang dijadikan pakan dan alas untuk ternak bebek.
Baca juga: Inovasi Kompor Biomassa yang Pernah Mendunia, Kini Tinggal Kenangan
Fawzy menilai, dengan dijadikannya briket beraroma, limbah sekam padi bisa mendatangkan keuntungan, baik secara ekonomi maupun secara lingkungan.
"Artinya petani bisa menjual produk ini sebagai pendapatan sampingan sehingga sumber daya energi kita tetap terpakai. Jadi tidak ada limbah yang terbuang," kata Fawzy.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang