Editor
JAKARTA, KOMPAS.com - BYD, raksasa mobil listrik asal China, sedang membangun pabrik di Subang, Jawa Barat. Kabar ini menggembirakan.
Setidaknya, pabrik yang bakal memulai proses produksinya pada 2026, ini bisa menyerap 18.000 tenaga kerja.
Namun ada kabar tak sedap yang diungkap Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno terkait pembangunan pabrik BYD.
Menurut polistisi PAN itu, ada Ormas yang mengganggu pembangunan pabrik tersebut.
"Sempat ada permasalahan terkait premanisme, ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD. Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini," kata Eddy dalam akun instagramnya yang diunggah pada Minggu (20/4/2025).
"Jangan sampai investor yang datang ke Indonesia tidak mendapat jaminan keamanan. Jaminan keamanan adalah hal yang paling mendasar," lanjut Eddy.
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno saat mengunjungi kantor pusat Huawei yang ada di Shenzhen, China, Kamis (17/4/2025).Dia berharap pabrik BYD di Indonesia bisa selesai dan beroperasi sebelum akhir tahun ini.
Baca juga: Dedi Mulyadi Bantah Pabrik BYD Subang Diganggu Ormas: Cerita Lama, Kini Sudah Aman
Dikutip dari Kompas.id, Presiden Direktur PT BYD Motor Indonesia Eagle Zhao dalam pameran otomotif Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2024 mengatakan, pabrik di Subang ini ditargetkan bisa memproduksi 150.000 kendaraan listrik per tahunnya.
Eagle juga juga menturkan, total investasinya sebesar 1 miliar dollar Amerika Serikat atau Rp 16,8 triliun.
Pabrik akan dibangun di Subang Smartpolitan di atas lahan seluas 126 hektar.
Ormas yang berperan sebagai preman bisa jadi merusak apa yang sudah tertulis di atas kertas. Eddy meminta pemerintah daerah segera bertindak agar investor nyaman dan mendapat kepastian keamanan.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi usai rapat selama 20 menit dengan pengelola pabrik mobil BYD di Subang, Jawa Barat, Kamis (20/1/2025).Namun, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membantah ada premanisme yang mengganggu pembangunan pabrik BYD.
Menurut Dedi, bukan premanisme yang jadi masalah, tapi calo tanah. Premanisme, kata dia, adalah cerita lama.
"Enggak, itu berita lama. Cek saja sekarang, sekarang sudah sangat aman. Itu cerita lama, cerita yang disampaikan itu adalah cerita lama," kata Dedi saat ditemui di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (23/4/2025).
"Problem di Subang itu bukan di premanisme. Problem di Subang itu adalah di percaloan tanah, bukan di premanismenya," ujarnya.
Ia menjelaskan, harga tanah yang ditawarkan oleh pemilik lahan kepada pihak perusahaan tidak wajar dan terbilang sangat tinggi.
"Katanya sih saya enggak tahu denger langsung ya, ada yang nawarin Rp 20 juta per meter, ada Rp 10 juta per meter, ada Rp 5 juta per meter dan itu akan segera saya fasilitasi," tutur Dedi.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Problem di Pabrik Mobil BYD Bukan Preman, Melainkan Calo Tanah
Demi mempercepat proses pembebasan lahan, Dedi mengatakan pihaknya akan mempertemukan perwakilan perusahaan dengan pemilik tanah untuk melakukan negosiasi harga.
"Saya akan pertemukan antara pihak mini yang melakukan pembebasan tanah atas nama perusahaan dan kemudian warganya, mungkin minggu depan sudah kelar," katanya.
Lebih jauh, Dedi memastikan bahwa pemerintah daerah telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut dan memastikan kelancaran investasi.
"Kami telah berkoordinasi dengan aparat keamanan dan pihak terkait untuk memastikan tidak ada lagi gangguan terhadap pembangunan pabrik BYD. Investasi ini penting bagi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat," tambahnya.
Head of Marketing, PR & Government BYD Indonesia Luther Pandjaitan, hanya menyampaikan saat ini proses persiapan dan pembangunan pabrik berjalan dengan baik,
"Hingga saat ini, seluruh proses persiapan dan pembangunan pabrik berjalan dengan baik. Dan kami sedang fokus untuk menyelesaikan proses pembangunan sesuai dengan komitmen dengan pemerintah," kata dia, Selasa (22/4/2025).
"Mohon maaf, saya tidak bisa menjelaskan lebih jauh," lanjut Luther ketika ditegaskan kembali.
(Penulis: Rahel Narda Chaterine; Kontributor Bandung, Faqih Rohman Syafei; Ruly Kurniawan)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang