Ia menjelaskan bahwa izin tersebut menunjukkan bahwa program ini telah mendapatkan restu dari Presiden Prabowo.
"Masa yang gini harus sama Presiden. Gampang atuh membacanya. Program ini menggunakan barak TNI dan Pusdik tempat pelatihan TNI. Diizinkan oleh Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), Pangkostrad, Pangdam, dan Dandim. Prinsip sederhana, masa tentara tidak sejalan dengan Presidennya, kan tidak mungkin," terangnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Kaji Program Pendidikan Semi-militer bagi Warga Dewasa Pembuat Onar
Dedi menegaskan bahwa para siswa yang mengikuti program tersebut tetap mendapatkan hak-hak mereka untuk pendidikan formal di sekolah.
Program ini dirancang agar siswa dididik selama beberapa waktu di Rindam, kemudian melanjutkan ke sekolah khusus yang telah ditunjuk.
"Saya jawab, mereka tetap mendapatkan pembelajaran berjalan, walaupun mereka tidak belajar orang bolos terus," pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Dedi meninjau kembali program mengirim anak nakal ke barak militer.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan bahwa kebijakan itu harus dievaluasi karena edukasi untuk kalangan sipil bukan kewenangan dari lembaga militer.
"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu," kata Atnike saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).
Menurut Atnike, tak masalah jika siswa nakal diajak ke barak TNI sebagai kegiatan edukasi pendidikan karier seperti mengetahui tugas-tugas TNI, tetapi bukan untuk dilatih seperti TNI.
Kritik juga datang dari Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana. Politikus PDI-P itu berpandangan bahwa tidak semua persoalan, termasuk persoalan terkait siswa-siswa bermasalah, serta merta bisa diselesaikan oleh tentara.
"Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah," ujar Bonnie dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Rabu (30/4/2025).
Bonnie menekankan bahwa rencana tersebut masih perlu melewati kajian yang matang.
Sebab, terdapat banyak cara untuk membangun atau memperkuat karakter siswa, tidak harus menggunakan cara-cara militeristik yang menurutnya hanya cara instan.
Sementara itu, dikutip dari Kompas.tv, Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menilai anak akan menjadi korban stigma dalam program pembinaan siswa bermasalah di barak militer.
Pernyataan itu disampaikan oleh Aris Adi Leksono dalam dialog Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Selasa (6/5/2025).
“Pada prinsipnya begini, anak ini masuk dalam kelompok retan, karena dia masuk dalam kelompok rentan maka dia butuh pendekatan-pendekatan khusus, dia butuh perlindungan. Nah di dalam ruang lingkup perlindungan anak itu ada tahapan bagaimana pemenuhan hak anak, yang kemudian baru pada tahapan perlindungan khusus anak,” kata Aris.
“Artinya kalau kemudian program ini menyasar kepada anak-anak yang dalam tanda kutip ya, anak nakal, anak bermasalah, saya kira juga persoalan tersendiri, karena kemudian akan menjadi anak korban stigma,” lanjutnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang