Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawab Kritik, Dedi Mulyadi: Negeri Ini Hanya Bisa Dibangun dengan Kesadaran

Kompas.com, 9 Mei 2025, 08:30 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi merespons berbagai kritik dari pengamat hak asasi manusia dan ahli perkembangan anak terhadap kebijakannya dalam menangani isu-isu sosial yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak-anak di wilayahnya.

“Ada hal yang menarik yang jadi pertanyaan terus dan diarahkan ke saya tentang penanganan anak-anak kita yang punya sifat khusus dan harus ditangani serta diarahkan ke jadi lebih baik,” ungkap Gubernur Dedi dalam akun Instagram miliknya, @dedimulyadi71, Jumat (9/5/2025).

Ia menjelaskan bahwa pemerintah provinsi telah melakukan sejumlah langkah konkret untuk meningkatkan kenyamanan hidup anak-anak, terutama dalam aspek rumah, jalan, dan sekolah. Namun, ia mengingatkan bahwa tidak semua hal bisa diintervensi oleh negara.

“Ketika bicara nyaman saat di rumah, tentunya itu wilayah privasi keluarga. Tapi soal kebijakan, saya sudah lakukan. Yang tak punya listrik kami nyalakan, rumah yang jelek sudah kami perbaiki secara bertahap,” tegasnya.

Baca juga: Musrembang 2025, Dedi Mulyadi: Arahkan Alokasi Anggaran pada Kepentingan Publik

Namun, ia menyoroti masalah keterbatasan ruang di rumah tangga dengan banyak anak. Menurutnya, keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) menjadi kunci agar anak-anak dapat tumbuh dengan lingkungan yang mendukung privasi dan kenyamanan mereka.

“Ketika anaknya banyak, kamarnya cuma satu, anak dewasa jadi tidak nyaman di rumah. Maka diperlukan keberhasilan program KB agar jumlah anak tidak terlalu banyak dan bisa dikendalikan. Tapi lagi-lagi, muncul tudingan bahwa itu melanggar hak privasi, padahal tidak ada paksaan untuk ikut KB, baik laki-laki maupun perempuan,” jelas Dedi.

Di ruang publik, Gubernur Dedi menyoroti kebiasaan anak-anak menggunakan sepeda motor dan knalpot brong yang menurutnya menciptakan kultur jalanan yang liar dan tidak sehat.

“Bagaimana mau nyaman di jalan, anak pakai motor, knalpot brong, bergerombol, dan konektivitas itu melahirkan daya imajinatif yang sering kali melahirkan sifat arogan. Maka saya larang anak di bawah umur pakai motor dan knalpot brong, tapi itu pun kurang mendapat respons positif dari orang-orang yang katanya paham pertumbuhan anak,” tegasnya.

Dalam dunia pendidikan, ia menilai bahwa sekolah harus menjadi tempat pembentukan karakter, bukan tempat yang memelihara fanatisme berlebihan.

“Saya harapkan sekolah mengajarkan disiplin dan membangun karakter. Tapi kenyataannya, siswa terkoneksi dalam kelompok fanatis terhadap sekolahnya, dan siap ‘menghantam’ siapa pun yang berseberangan. Ini sedang kami benahi pelan-pelan,” ujarnya.

Dedi juga mengaku heran karena belum pernah melihat ada larangan resmi dari sekolah terkait penggunaan motor dan knalpot brong oleh siswa.

“Selama ini sekolah membiarkan kok,” katanya.

Menanggapi kritik bahwa gubernur harus menciptakan rumah tangga yang nyaman bagi anak, Dedi menganggap tudingan itu tidak rasional.

“Kalau ibu bapak bertengkar setiap hari, apa gubernur harus datang ke setiap rumah dan melarang mereka bertengkar di depan anaknya? Rumah tangga jumlahnya jutaan. Itu tidak mungkin,” ucapnya.

Sebagai solusi jangka pendek, ia menggandeng TNI dalam program pendidikan disiplin di sekolah. Ia membantah keras anggapan bahwa pelibatan TNI adalah bentuk pelanggaran HAM.

“Paskibraka dilatih TNI, guru di Papua diajari TNI, Pramuka ada SAKA yang dilatih TNI. Itu semua pendidikan. Jadi, mari berpikir rasional,” tegas Dedi.

Baca juga: Mendagri Puji Dedi Mulyadi Kelola APBD Jabar: Ini Menunjukkan Prestasi dan Kinerja, Tak Bisa Dibantah

Ia menutup pernyataannya dengan seruan untuk berhenti berdebat tanpa aksi nyata.

“Negeri ini butuh sentuhan, butuh langkah nyata. Kalau bicara tawuran, di Jakarta itu tiap hari ada. Anak jalanan dieksploitasi, tapi tak ada tindakan. Lalu giliran ada tindakan, ributnya luar biasa. Daripada ribut terus menerus, yuk kita berbagi tugas. Mana bagian saya sadarkan siswa, mana bagian lain yang juga menyadarkan siswa. Karena negeri ini hanya bisa dibangun dengan kesadaran, bukan pertengkaran,” pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Catat Tanggalnya, Prediksi Lonjakan Arus Kendaraan Saat Natal dan Tahun Baru di Puncak Bogor
Bandung
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Pagi Buta, Ular Kobra Tiba-tiba Muncul Menyelinap di Ruang Tamu Warga Indramayu
Bandung
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Kecelakaan di Tol Jagorawi, Mobil Boks Tabrak Kendaraan Lain hingga Hangus Terbakar
Bandung
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Banjir Rendam Lima Kecamatan di Kabupaten Cirebon, Warga: Ini Tak Biasa...
Bandung
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Sopir Ngantuk, Mobil Boks Tabrak Truk di Tol Jagorawi Hingga Terbakar
Bandung
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Setelah Sukabumi, Bogor Miliki Kebun Sawit Terluas di Jabar: Mayoritas Berusia 20 Tahun
Bandung
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau