Editor
Padahal, beberapa jenis amunisi yang telah kedaluwarsa membutuhkan waktu untuk bereaksi terhadap panas hingga akhirnya meledak.
“Ini dianggap sudah aman, dianggap semua amunisi itu sudah diledakkan, padahal sebagian masih ada yang, katakanlah awalnya membeku itu. Amunisi kedaluwarsa itu panas, begitu panas tentu meledak,” ujarnya.
Baca juga: Ngerinya Ledakan Bom Kedaluwarsa di Garut, Belasan Jasad Korban Berjejer dalam Kantung Mayat
Proses Ledakan Kedua
Ia juga mengingatkan bahwa ledakan kedua biasanya tidak bisa diprediksi dengan mudah.
Karena proses pemicunya terjadi secara bertahap akibat paparan panas dari ledakan pertama.
“Ledakan kedua itu sulit dideteksi. Kalau menurut saya, salah perhitungan. Dikira semua sudah meledak, itu selesai pada ledakan pertama. Lalu turun, ngecek. Ternyata mungkin, karena makin lama kedaluwarsa makin lama meledaknya, tidak otomatis itu. Butuh waktu,” ucapnya.
Sebagai langkah ke depan, ia menyarankan agar pengalaman ini menjadi bahan evaluasi serius dalam SOP peledakan amunisi kedaluwarsa.
Baca juga: Kadispenad: Ledakan Amunisi di Garut Terjadi Saat Menyusun Detonator
Jangan Terlalu Banyak
Ia juga meminta agar jumlah amunisi yang diledakkan dalam satu kali peledakan dibatasi agar lebih mudah dikendalikan.
“Langkah ke depannya harus menjadi bahan acuan dari pengalaman seperti ini. Terus yang kedua, volume yang diledakkan itu sebaiknya jangan terlalu banyak."
"Kalau terlalu banyak, kan nanti ada yang meledak belakangan dong. Ya, harus menjadikan sebuah pelajaran untuk prosedur ke depan agar tidak terjadi lagi,” pungkas TB Hasanuddin.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Anggota DPR RI Jelaskan Mengapa Amunisi yang Diledakkan Bisa Ada Ledakan Lagi: Salah Perhitungan?.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang