Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Longsor Gunung Kuda, Walhi Jabar: Tambang Ilegal Meningkat, Gunung dan Bukit Jadi Sasaran

Kompas.com, 1 Juni 2025, 14:27 WIB
Bilal Ramadhan

Editor

BANDUNG, KOMPAS.com — Tragedi kecelakaan tambang yang menewaskan para pekerja di kawasan tambang Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, mengundang keprihatinan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat.

Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, menilai insiden tersebut menjadi bukti nyata dari buruknya tata kelola pertambangan serta lemahnya pengawasan dari pihak pemerintah.

"Gunung Kuda bukan satu-satunya insiden yang memakan korban jiwa. Ini menunjukkan bahwa praktik tambang di Jawa Barat masih jauh dari profesional dan abai terhadap standar keselamatan," ujar Iwang, sapaan akrabnya, Minggu (1/6/2025).

Baca juga: Bapaknya Belum Ditemukan di Reruntuhan Gunung Kuda, Isak Tangis Isnandi: Tolong Cari Bapak Saya...

Menurut pengamatannya, banyak pelaku usaha tambang yang hanya menjadikan dokumen perizinan sebagai formalitas legal untuk menjalankan usaha.

Bukan sebagai panduan utama dalam praktik kerja.

Padahal, kata Iwang, dokumen perizinan semestinya mencakup pula Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) serta laporan berkala seperti Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

“Apakah pelaku usaha benar-benar menjalankan kewajiban membuat laporan semesteran? Apakah pemerintah benar-benar mengawasi kesesuaian antara praktik di lapangan dengan isi dokumen? Ini yang tidak jelas dan luput dari pengawasan,” tegasnya.

Baca juga: Tim Gabungan Lanjutkan Pencarian 7 Korban Masih Tertimbun Longsor Gunung Kuda

Iwang menyoroti bahwa selama ini pemerintah cenderung baru bertindak setelah insiden terjadi.

"Begitu ada korban, baru kelabakan. Ini cerminan bahwa fungsi kontrol pemerintah lemah," ujarnya.

Iwang menegaskan bahwa tambang di Gunung Kuda bukanlah tambang ilegal.

“Mereka punya izin, bahkan banyak. Tapi punya izin bukan berarti praktiknya sesuai dengan isi dokumen perizinan. Di situlah masalahnya,” katanya.

Menurutnya, berbagai ketidaksesuaian di lapangan, mulai dari penggunaan alat berat yang tidak sesuai hingga jam operasional yang melebihi batas, kerap terjadi.

"Misalnya dalam dokumen disebutkan alat yang digunakan adalah A, beroperasi 8 jam sehari, tapi di lapangan pakai alat B dan bekerja 24 jam nonstop. Siapa yang mengawasi itu? Seharusnya pemerintah,” tambahnya.

Baca juga: Buntut Longsor Tambang di Gunung Kuda, Ini Desakan Dedi Mulyadi untuk Perhutani

Walhi Jabar juga mencatat adanya peningkatan signifikan dalam aktivitas pertambangan ilegal di berbagai wilayah Jawa Barat seiring keluarnya peraturan baru dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang penetapan Wilayah Pertambangan dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

“Tambang ilegal meningkat, terutama di wilayah selatan Jawa Barat seperti Garut, Sukabumi, Cianjur, hingga Pangandaran. Wilayah-wilayah bukit dan pegunungan jadi sasaran utama,” jelas Iwang.

Terkait Gunung Kuda, Iwang menuturkan bahwa secara tata ruang, kawasan tersebut memang ditetapkan sebagai zona sirtu (pasir dan batu).

Namun dalam kenyataannya, bukit tersebut juga memiliki fungsi ekologis penting sebagai kawasan resapan air dan penyedia cadangan air bagi masyarakat sekitar.

“Jika terus dieksploitasi, fungsi ekologisnya akan rusak. Kami sudah lama merekomendasikan agar tambang di sana dihentikan dan dilakukan reforestasi,” kata Iwang.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan korban jiwa tidak bisa hanya ditimpakan kepada perusahaan.

Pemerintah pun harus ikut bertanggung jawab karena telah mengeluarkan izin serta rekomendasi atas kegiatan tersebut.

“Pemerintah harus bertanggung jawab terhadap pemulihan sosial dan moral keluarga korban. Jangan lepas tangan,” tegasnya.

Baca juga: Tidak Memenuhi Syarat, Dedi Mulyadi: Sejak 3 Tahun Lalu, Saya Sudah Rekomendasikan Gunung Kuda Ditutup

Iwang juga menyoroti bahwa lemahnya penegakan hukum menjadi masalah utama dalam dunia pertambangan di Indonesia, termasuk di Jawa Barat.

"Regulasi kita sebenarnya sudah sangat baik, termasuk tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL), ketaatan laporan, hingga sanksi bagi pelanggar," kata dia.

"Tapi selama ini regulasi hanya di atas kertas. Tidak ada penegakan hukum terhadap pelanggar, baik dari pihak perusahaan maupun institusi pemerintah yang lalai,” ujarnya.

Iwang menambahkan pentingnya reformasi menyeluruh dalam tata kelola pertambangan di Jawa Barat.

Ia mendorong evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin yang sudah terbit, peningkatan kapasitas pengawasan pemerintah, dan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan lingkungan hidup.

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Tragedi Tambang Gunung Kuda Cirebon, Walhi Jabar Soroti Lemahnya Pengawasan dan Ketaatan Regulasi.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau