Editor
BANDUNG, KOMPAS.com — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan kondisi darurat pendidikan menjadi alasan pemerintah provinsi menambah jumlah siswa per rombongan belajar (rombel) dari 36 menjadi 50.
Kebijakan ini, sambung Dedi, merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk memastikan seluruh warga tetap mendapat pendidikan.
“Kenapa cara ini dilakukan, karena darurat. Kenapa darurat, karena daripada rakyat tidak sekolah lebih baik sekolah, daripada mereka nongkrong di pinggir jalan kemudian berbuat sesuatu yang tidak sesuai usianya, lebih baik dia sekolah walaupun sederhana, itu prinsip saya,” ujar Dedi dikutip dari Tribun Jabar, Rabu (9/7/2025).
Baca juga: Disdik Jabar Tanggapi Rencana FKSS Gugat Dedi Mulyadi soal Rombel Sekolah Negeri
Menurut Dedi, pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan fasilitas bagi rakyatnya yang ingin sekolah, sekalipun dalam kondisi serba terbatas.
“Negara tidak boleh menelantarkan warganya, sehingga tidak bersekolah, jangan sampai warga mendaftar capek-capek ingin sekolah, tapi negara tidak memfasilitasi, maka saya sebagai Gubernur Jabar bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak di Jabar, saya tidak menginginkan anak-anak Jabar putus sekolah,” tegasnya.
Dalam kebijakannya, maksimal jumlah siswa per rombel kini menjadi 50. Namun, lanjut Dedi, tidak semua kelas harus penuh 50 siswa.
“Artinya, setiap kelas bisa menerima 30, 35, atau 40 siswa. Pertimbangan penambahan rombel itu berdasarkan ketersediaan sekolah di suatu daerah dan kemampuan ekonomi warganya,” katanya.
Baca juga: Sekolah Swasta Diminta Tak Khawatir Kekurangan Siswa Imbas Kebijakan Dedi Mulyadi
Ia mencontohkan, di beberapa daerah banyak siswa tidak tertampung di SMA/SMK Negeri terdekat, sementara kondisi ekonomi membuat mereka tidak sanggup sekolah di swasta.
“Tidak mampu itu bukan hanya tidak mampu membayar setiap bulan. Bisa saja dia membayar setiap bulan Rp200 atau Rp300 ribu. Tetapi misalnya dia berat diongkos menuju sekolahnya, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil kebijakan, daripada tidak sekolah, dia lebih baik sekolah walaupun di kelasnya 50 siswa,” jelas Dedi.
Ke depan, tambahnya, pemerintah akan membangun ruang kelas baru untuk secara bertahap mengurangi jumlah siswa per kelas.
“Sekolah negeri yang dimaksud adalah SMA dan SMK Negeri yang merupakan kewenangan Pemprov Jabar, semoga kebijakan ini bisa mencegah masyarakat Jabar untuk tidak putus sekolah,” ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat per November 2024, terdapat 658.831 anak di Jawa Barat yang tidak bersekolah. Jumlah ini terdiri dari 164.631 anak putus sekolah, 198.570 anak lulus tetapi tidak melanjutkan, dan 295.530 anak yang belum pernah sekolah sama sekali.
Kebijakan tersebut dikeluhkan sekolah swasta karena diduga menjadi penyebab turunnya minat pendaftaran siswa baru.
Seperti di SMA Pendidikan Membangun Bangsa (PMB) Bandung yang baru menerima pendaftaran 12 orang.
Kepala SMA PMB, Nurlaela mengatakan, tahun lalu, sekolahnya menerima pendaftaran puluhan siswa baru hingga cukup untuk membentuk dua rombel.