Editor
“Masak ibu ngasih makan bangkai!?” ujar Dedi kembali dengan nada tinggi.
Meski ayam tersebut dicuci dan dimasak ulang, Dedi menegaskan bahwa hal itu sangat berbahaya bagi kesehatan.
Ia juga mempertanyakan mengapa keluarga tersebut tidak tinggal di kampung halaman mereka.
“Ibu gak punya rumah sama sekali?”
“Gak punya, Pak.”
Dedi pun meminta KTP untuk mengecek alamat mereka dan memastikan apakah keluarga ini mendapatkan bantuan yang layak.
Saat mengetahui sang ibu masih memiliki rumah orangtua di Majalaya, Dedi mempertanyakan mengapa mereka memilih hidup di tempat seberat itu.
“Cari nafkah di sini, Pak. Di kampung susah pekerjaan,” kata sang ibu.
Dedi pun berjanji akan menata kawasan kumuh tersebut, termasuk memperbaiki drainase dan merelokasi warga yang tinggal di lingkungan tak layak huni.
“Besok ada yang ngebresin ini. Drainasenya mau dirapiin. Kasur-kasur diangkat. Rumah-rumah mau saya tata, jangan begini,” kata Dedi.
Di akhir kunjungan, Dedi memberikan sejumlah uang kepada keluarga tersebut.
Si ibu tak kuasa menahan tangis dan mengucapkan terima kasih. “Nuhun (terima kasih), Pak,” ucapnya lirih.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang