Editor
Dedi menyebut pandangannya sejalan dengan Susi Pudjiastuti.
“Bu Susi itu dari sisi pandangan, ekosistem, dan konservasi selaras dengan apa yang saya pikirkan. Laut yang sudah menjadi kawasan wisata tidak boleh diubah fungsi tata guna lautnya. Biarkan tetap menjadi hamparan pantai,” katanya.
Ia menambahkan, pembangunan keramba atau bentuk budidaya laut lain di zona wisata bisa merusak lingkungan sekaligus mengganggu mobilitas kapal nelayan.
“Tidak boleh lagi ada kavling-kavling keramba dan sejenisnya. Itu akan menurunkan daya dukung lingkungan, mengganggu pandangan laut, dan bisa menghambat lalu lintas kapal nelayan atau orang yang berselancar,” ucap Dedi.
Sikap Susi dan Dedi mendapatkan dukungan dari masyarakat Pangandaran.
Sebanyak 19 komunitas pelaku wisata mendeklarasikan penolakan terhadap keramba jaring apung di Pantai Timur Pangandaran.
Mereka menilai keberadaan KJA akan mengganggu daya tarik wisata, ekosistem laut, hingga aktivitas nelayan tradisional.
Dalam deklarasi yang digelar di Susi International Beach Strip Pamugaran, Rabu (13/8/2025), Susi bahkan melakukan video call dengan Dedi Mulyadi untuk memastikan sikap Gubernur.
“Ini Pak Gubernur sudah menolak 100 persen. Hatur nuhun, Pak Gubernur,” kata Susi, yang langsung disambut sorak meriah para peserta deklarasi.
Duduk perkara polemik ini bermula dari izin yang diberikan Direktorat Pengelolaan Ruang Laut KKP kepada tiga perusahaan untuk membangun KJA di kawasan Pantai Timur Pangandaran.
Susi menyebut keputusan itu tidak sejalan dengan aturan tata ruang laut, yang seharusnya membatasi aktivitas industri dalam radius 1–2 mil laut dari pantai.
“Yang beri izin, Dirjen Penataan Ruang Laut gelo (gila), teu nyaho pagawean jeung kaayaan (tidak tahu pekerjaan dan kondisi lapangan),” kata Susi dengan nada geram.
Ia mempertanyakan mengapa KJA justru ditempatkan hanya 200 meter dari bibir pantai, padahal masih banyak lokasi lain yang lebih sesuai.
Menurut Susi, keberadaan KJA di kawasan wisata tidak masuk akal. “Gelo, teu waras (gila, tidak waras), sakit panas, tak masuk akal,” ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang